Channel9.id, Jakarta – Industri tekstil dan alas kaki Indonesia menghadapi tekanan berat menyusul keputusan pemerintah Amerika Serikat memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen terhadap seluruh produk asal Indonesia. Keputusan ini memicu kekhawatiran akan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di sektor padat karya tersebut, yang saat ini menyerap lebih dari 3,6 juta tenaga kerja.
Ekonom sekaligus pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut keputusan AS sebagai ancaman serius bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Ia menilai kebijakan Presiden Donald Trump ini mencerminkan kegagalan diplomasi perdagangan bilateral yang selama ini dijalankan.
“Banyak importir tekstil dari AS kemungkinan akan memindahkan kontrak ke negara seperti Thailand, Vietnam, atau Kamboja yang memiliki tarif lebih rendah. Ini akan sangat memukul industri dalam negeri,” kata Achmad dalam keterangan tertulis, Selasa (8/7/2025).
Sejak Trump pertama kali menggulirkan wacana tarif resiprokal pada April lalu, pelaku industri tekstil telah memperingatkan potensi terjadinya PHK besar-besaran. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, menegaskan bahwa pemerintah harus segera merespons dengan kebijakan yang konkret, termasuk menghapus kebijakan relaksasi impor.
“Kalau Indonesia tidak bisa mengendalikan banjirnya barang jadi impor, ya sudah pasti PHK akan terus terjadi di sektor TPT (tekstil dan produk tekstil),” ujar Jemmy dalam konferensi pers daring, Jumat, 4 April 2025.
Pasar Amerika Serikat selama ini menyerap lebih dari 10 persen ekspor non-migas Indonesia. Jika ekspor menurun akibat tarif tinggi, penerimaan devisa akan tertekan dan bisa memicu gejolak nilai tukar rupiah. Achmad mengingatkan bahwa hal ini bukan sekadar urusan neraca dagang, tapi menyangkut kesejahteraan jutaan keluarga pekerja industri.
Donald Trump secara resmi menyurati Presiden Prabowo pada 7 Juli lalu, memberitahukan bahwa mulai 1 Agustus 2025, semua produk Indonesia yang masuk ke pasar AS akan dikenakan tarif tetap sebesar 32 persen. Dalam surat tersebut, Trump menyebut tarif itu masih “rendah” jika dibandingkan dengan nilai defisit perdagangan AS-Indonesia yang ingin ia tekan.
“Tarif ini bersifat menyeluruh dan bukan sektoral,” bunyi surat Trump.
Situasi ini menempatkan pemerintah Indonesia pada posisi kritis untuk segera melakukan langkah diplomatik dan kebijakan dalam negeri yang lebih progresif demi melindungi industri strategis nasional.