Channel9.id – Jakarta. Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa kotak amal banyak digunakan untuk pendanaan terorisme. Misalnya pada Juli 2021, kurang lebih 1.550 kotak amal terkait dengan pendanaan terorisme. Sebelumnya Polri juga mengungkap sebanyak 20.068 kotak amal diduga digunakan pendanaan jaringan JI di 12 daerah.
Pusat Studi Islam Asia Tenggara (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga dan Bersama Bina Damai (Bernada) membuat pelatihan filantropi Islam yang diintegrasikan dengan gerakan Islam Washatiyah bagi kalangan lembaga amal, takmir masjid dan ormas Islam.
Pelatian itu berkaitan dengan kejadian terbaru tertembaknya terduga teroris di Sukoharjo serta beberapa rentetan peristiwa lainnya.
Baca juga: Polri: Sunardi Ditembak Karena Melawan dan Membahayakan Warga
Adapun kasus seorang dokter, Sunardi, terduga anggota Jaringan teroris kelompok Jamaah Islamiyah (JI) ditembak mati oleh Densus 88 di Sukoharjo. Diketahui Sunardi pernah menjabat sebagai penasehat amir JI dan juga penanggung jawab Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI).
Direktur ISAIs (Institue of Southeast Asian Islam) Ahmad Anfasul Marom menjelaskan kegiatan HASI menunjukkan adanya sinyal penyalahgunaan pemberian amal yang digunakan untuk mendukung tindakan kekerasan dan menyediakan kebutuhan logistik bagi kelompok teroris.
“Apalagi Indonesia kembali dikukuhkan sebagai negara paling dermawan di dunia versi World Giving Index 2021. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki antusiasme yang sangat tinggi dalam beramal,” kata Ahmad Anfasul Marom saat pelatihan Islam Washatiyah dan Filantropi, di Horisan Hotel @Home Premire Timoho, Minggu 13 Maret 2022.
Dengan materi-materi kunci seperti pudar asumsi, ice berg analisis, sketsa keberislaman di Indonesia, menyelami filantropi dan sharing langsung dengan Ex Jihadis diharapkan akan membangun awareness peserta dalam mempelopori gerakan Islam washatiyah dan mengawal praktik kotak amal dan infaq di lingkungan sekitarnya.
Pelatihan ini juga menghadirkan mantan Napiter Jack Harun yang membagikan pengalamanya terlibat dan sistem penggalangan dana selama menjadi anggota JI.
“Pola penggalangan dana seperti ini juga ada di Yogyakarta. Bahkan, ada 12-13 eks Napiter berasal dari Yogyakarta namun sudah berikrar untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ditambah ada ratusan simpatisan atau pelaku terorisme yang tidak tertangkap. Hal ini harus menjadi perhatian bersama,” tandasnya.
Sementara itu, Shofa Ihsan (Direktur Bernada) menjelaskan sama sepertihalnya HASI, modus pendanaannya dilakukan dengan mendirikan lembaga amal, seperti IDC (Infaq Dakwah Center), BMU (Baitul Mal Ummah), ADC (Azzam Dakwah Center), Anfiqu Center, Gerakan Sehari Seribu (Gashibu), Aseer Cruee Center (ACC), Gubuk Sedekah Amal Ummah (GSAU), RIS al Amin, dan Baitul Mal al-Muunqin.
“Tentu tidak mudah membongkar kedok-kedok filantropi semacam ini, apalagi anjuran berdonasi di kalangan umat Islam telah melekat kuat dalam praktik ibadah bahkan tertanam dalam struktur lapisan agama dan budaya. Butuh pendekatan yang lebih strategis dan mendalam untuk membangun kesadaran beramal di kalangan masyarakat muslim. Mereka perlu diajak bersama untuk membangun sensitivitas terhadap aktivitas filantropi yang potensial untuk membangun masyarakat, namun disisi lain juga berpotensi untuk disalahgunakan,” pungkasnya.
HY