Channel9.id – Jakarta. Komisi IX DPR dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memutuskan penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional serta pengelolaan aset dan dana amanah jaminan sosial dikembalikan kepada ketetapan hukum yang diatur Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS).
Hal itu diputuskan dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan antara Komisi IX DPR RI dan Kemenkes Kamis (8/6/2023).
Atas putusan tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan yang juga merupakan inisiator UU BPJS, Rieke Diah Pitaloka mengucapkan terima kasih kepada seluruh pimpinan dan anggota Panja RUU Kesehatan.
“Terima kasih untuk seluruh pimpinan dan anggota Panja RUU Kesehatan yang telah bersikap tegas pada draf usulan pemerintah. Salam juang,” kata Rieke dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Rieke pun meminta semua pihak mengawal hasil putusan Rapat Panitia Kerja RUU Kesehatan antara Komisi IX DPR RI dan pemerintah guna mencegah transaksi pasal dan ayat dalam pembahasan RUU Kesehatan.
“Khususnya kepada Sekjen Kemenkes RI sebagai pimpinan perwakilan pemerintah dalam pembahasan RUU Kesehatan,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan Kementerian Keuangan bahwa prinsip asuransi sosial dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional berbeda dengan asuransi komersial, melainkan masuk ranah asuransi sosial.
“Jika pada putusan terakhir di (rapat) paripurna terjadi perubahan keputusan Panja RUU Kesehatan pada hari ini terkait penyelenggaraan jaminan sosial, patut diduga kuat terjadi upaya ‘mengganggu’ aset dan dana amanah melalui norma hukum RUU Kesehatan,” ujarnya yang juga Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI).
Ia menegaskan, hasil rapat Panja itu memutuskan bahwa penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional dalam RUU Kesehatan tidak lagi berada secara langsung di bawah presiden, seperti yang diatur dalam draf sebelumnya.
“Pengaturan diubah di bawah koordinasi Menteri Kesehatan dan Menteri Tenaga Kerja,” ungkap Rieke.
Menurutnya, pengubahan pengaturan tersebut mengindikasikan adanya upaya pihak-pihak tertentu yang mencoba mengutak-atik akumulasi aset dan dana amanah di BPJS.
“Tercatat dalam laporan pembukuan akhir tahun 2022, akumulasi dana iuran pekerja dan pemberi kerja sebesar Rp200 triliun di BPJS Kesehatan dan Rp645 triliun di BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.
Sebagai informasi, Rapat Panja RUU Kesehatan, Kamis (8/6/2023) itu dipimpin Sekjen Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha.
Adapun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) 2.643 sampai 2.790, sebanyak 147 DIM diputuskan dihapus dan kembali ke UU SSJN serta UU BPJS.
Pengaturan terkait jaminan sosial yang diatur itu meliputi:
DIM: 2638
(1) Pendanaan Upaya Kesehatan perorangan melalui penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
DIM 2639
(2) Program jaminan kesehatan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat wajib bagi seluruh penduduk.
(2a) Program jaminan kesehatan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar masyarakat memperoleh manfaat pemeliharaan dan perlindungan kesehatan guna memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
(2b) Kebutuhan dasar kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) merupakan kebutuhan esensial yang menyangkut pelayanan kesehatan perseorangan baik promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif sesuai dengan siklus dan epidemiologi tanpa melihat sosial ekonomi dan penyebab masalah kesehatan.
DIM 2642
(3) penduduk yang ingin mendapat manfaat tambahan dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan dan/atau dibayar pribadi
DIM 2643:
(4) Manfaat tambahan melalui asuransi kesehatan tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dapat dibayarkan oleh pemberi kerja dan/atau dibayar pribadi, yang dilaksanakan dengan koordinasi antar PENJAMIN kesehatan lainnya.
DIM 2643-2790 : dihapus kembali ke UU SJSN dan BPJS (sebanyak 147 DIM).
Baca juga: Kondisi Sedang Surplus Tak Usah Khawatir Kerjasama Dengan BPJS
HT