Channel9.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pembangunan smelter alumina PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI), perusahaan patungan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Aneka Tambang Tbk. (Antam). Jokowi mengatakan bahwa setelah proyek smelter ini selesai dan mampu berproduksi untuk menutup kebutuhan impor hingga 56% tersebut, maka pemerintah akan menghentikan aktivitas impor untuk menghasilkan aluminium secara mandiri.
“Kita produksi sendiri di dalam negeri dan kita tidak kehilangan devisa karena dari sini kita harus keluar devisa kira-kira US$3,5 miliar setiap tahunnya, angka yang besar sekali Rp50 triliun lebih devisa kita hilang gara-gara kita impor aluminium,” ujar Jokowi dalam peresmian Injeksi Bauksit Perdana Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia, Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9/2024).
Jokowi mengungkapkan Indonesia masih mengimpor aluminium untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri meskipun memiliki bahan mentah (raw material), yakni bauksit yang melimpah.
“Dan kita tahu kebutuhan aluminium di dalam negeri saat ini 1,2 juta ton, 56%-nya kita impor. Kita punya bahan bakunya kita punya raw material-nya, tapi 56% aluminium kita impor,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Kepala Negara menegaskan bahwa pembangunan smelter alumina ini menjadi titik awal agar negara bisa melakukan sendiri proses pengolahan bauksit menjadi alumina untuk kemudian diolah menjadi aluminium sehingga tak lagi bergantung impor kepada negara lain. Jokowi menekankan bahwa SGAR Mempawah Fase I pun ditargetkan akan berproduksi secara penuh pada 2025 mendatang.
Meski begitu, Jokwi menilai dengan selesainya pembangunan untuk fase pertamanya, maka usaha pemerintah untuk menyongsong Indonesia menjadi negara industri kian terlihat. Menurutnya, dengan berhenti bergantung terhadap bahan mentah serta mengolah secara mandiri, maka nilai tambahnya akan diperoleh oleh masyarakat dan negara dengan jumlah yang besar.
“Saya berikan contoh untuk nikel, nikel sebelum 2020 kira-kira ekspor kita mentahan itu US$1,4—US$2 miliar, artinya kurang lebih Rp20 triliun. Begitu kita setop [ekspor bijih nikel] tahun kemarin, US34,8 miliar, artinya hampir Rp600 triliun nilai tambah menjadi kita miliki sendiri,” tuturnya.