Nasional

Juri Ardiantoro, Berpetualang Dari Rawamangun ke Pentas Nasional

Channel9.id – Jakarta. Juri Ardiantoro, lahir di Brebes, 6 April 1973. Ia terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Maklum, kedua orang tuanya tidak mempunyai sawah sebagaimana kebanyakan orang di desanya.

Menurut penuturan Juri, sawah atau tanah waktu itu sebagai alat produksi yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengukur kehidupan ekonomi warga.

“Semakin luas sawah yang dipunyai seseorang, maka semakin mapan kehidupan ekonominya dan terpandang di desanya,” katanya di Jakarta, Selasa 25 Mei 2021.

Selain tidak memiliki sawah, orang tua Juri juga tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Kedua orang tuanya tidak bisa membaca atau menulis alias buta huruf.

Sawah atau tanah maupun pendidikan sering dianggap sebagai tolok ukur status sosial. Karena keduanya tidak dipunyai, maka tidak ada pilihan lain bagi kedua orang tua Juri untuk bekerja sebagai buruh, baik sebagai buruh tani atau buruh bangunan atau pekerjaan kasar lainnya

Karena berangkat dari kondisi ekonomi yang demikian sangat sederhana, sedari kecil Juri terbiasa membantu kedua orang-tuanya untuk bekerja dan menghasilkan uang. Juri kerap bekerja di sawah, ladang, maupun mengangkut dan mengumpulkan pasir untuk dijual ke pihak pembeli pasir di desanya.

Walaupun dari keluarga sangat sederhana, Juri beruntung dapat mengenyam pendidikan. Ia dapat memasuki dunia pendidikan formal dari SD sampai SMA di Brebes.

Juri memulai pendidikan formal di SDN 1 Lengkong, Brebes dari tahun 1980-1986. Kemudia ia melanjutkan sekolah menengah di SMPN 2 Brebes dari tahun 1986 hingga 1989, lalu melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Brebes, mulai tahun 1989-1992.

Menurut penuturan Juri, awalnya ia tidak mempunyai cita-cita untuk dapat mengenyam pendidikan sampai di SMP dan SMA favorit di Brebes. Ia tidak menyiapkan secara baik untuk masuk ke sekolah tersebut. Waktunya habis untuk membantu orang-tuanya mencari nafkah, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk kebutuhan lainnya ketimbang untuk belajar.

Meskipun dari keluarga sangat sederhana, prestasu belajar Juri sangat moncer. Sewaktu belajar di SD ia mendapatkan peringkat 1. Namun ia tidak menyangka bisa sekolah di SMP dan SMA favorit.

Bayangkan saja, sebelum sekolah Juri menghabiskan waktu untuk menggiling jagung, sepulang sekolah ia pergi ke sawah, ladang atau sungai lalu selepas ashar mencari rumput untuk kambing peliharaan keluarga, memasuki magrib pergi ke langgar. Baru selepas isya ia menemukan waktu untuk bermain dan hampir tidak ada waktu untuk belajar.

Juri merasa dirinya orang beruntung, di tengah keterbatasan waktu buat belajar ia mendapatkan pendidikan di sekolah yang favorit.

Pada awalnya, Juri mempunyai pandangan bahwa sekolah sampai SD saja cukup. Ia beranggapan bahwa sekolah sampai SD saja bagi dirinya sudah melampaui capaian kedua orang-tuanya. Mengingat kedua orang-tuanya tidak pernah mendapatkan pendidikan formal di sekolah, sehingga menyebabkan kedua orang-tuanya buta huruf. Kedua orang-tuanya jangankan menulis atau tanda-tangan, untuk melakukan cap jempol saja tangan mereka gemeteran.

Juri menyadari pengalaman dan ilmu yang diperoleh di sekolah membuat sadar bahwa ia harus menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Memasuki Masa Kuliah

Pada tahun 1992, ia memutuskan ikut kakaknya ke Jakarta dengan tujuan melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Negeri Jakarta, waktu masih Institut Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta (IKIP Jakarta). Keberuntungan diraih Juri. Ia diterima di UNJ di Jurusan Pendidikan Sejarah, FPIPS atau Fakultas Ilmu Sosial saat ini.

Ia bertekad  untuk kuliah. Tapi ia tidak ingin membebani kakaknya untuk membayar uang kuliah. Cara yang ditempuh oleh Juri untuk bertahan hidup di Jakarta dan untuk bayar uang kuliah adalah niaga. Terkadang ia jualan buku, kartu lebaran, sepatu, parfum dan barang lainnya. Ia tak segan menawarkan barang dagangan bukan hanya ke sesama mahasiswa, tetapi juga dosen.

Menjelang semester akhir perkuliahan di UNJ (IKIP), Juri mendapatkan sumber kehidupan selain berdagang di Jakarta. Proses pendidikan di kampus mengantarkan dirinya menjadi periset dan penulis. Biaya hidup dan kuliah pun ia dapatkan dari kegiatan meriset dan menulis.

Selain aktif kuliah, Juri juga aktif menempa dirinya di organisasi kemahasiswaan, baik intra univeritas maupun esktra universitas. Ia terlibat aktif dalam berbagai organisasi, diantaranya menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Sejarah, Ketua Senat Mahasiswa FPIPS, Majalah Mahasiswa DIDAKTIKA, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) PMII dan Pendiri sekaligus Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta sejak tahun 1996 hingga tahun 2003.

Aktivitas di organisasi itu telah menempa jiwa kepemimpinan Juri hingga akhirnya menjadi Ketua KPU RI dan Deputi IV Kantor Staff Presiden.

Juri lulus di UNJ (red: dulu IKIP Jakarta) pada tahun 1999. Ia menghabiskan waktu hampir 7 tahun untuk menyelesaikan S1 di UNJ. Juri semakin haus dengan pendidikan hingga pada tahun 2000 ia melanjutkan studi magister di jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia. Ia lulus S2 pada tahun 2003.

Juri pun belum puas lulus S2 Sosiologi UI. Pada tahun 2005 ia melanjutkan program doktoral di University Malaya, dan lulus pada tahun 2013.

Dari pengalam pendidikan itu, Juri selalu berpesan kepada para juniornya di UNJ untuk tidak meniru dirinya yang telat lulus kuliah. Terutama saat ia menempuh sarjana dan doktoral.

Petualangan Dunia Profesi

Juri telah melakoni berbagai macam profesi. Sebelum akhirnya ia menjabat Deputi IV Kantor Staff Presiden Republik Indonesia. Ia pun berpetualang di dunia profesi (kerja).

Di dunia pendidikan, Juri memulai petualangan profesinya. Ia sempat mengajar alias menjadi guru di SMA Labschool Jakarta dari tahun 1997 hingga tahun 2000. Ia mengajar mata pelajaran Sosiologi di Labschool Jakarta. Pada tahun 2001 hingga 2003. Kemudian ia menjadi dosen di Universitas Bung Karno, lalu menjadi Dosen Sosiologi Pariwisata, FIS UNJ dari tahun 2005.

Juri pun kemudian mendapat kepetcayaan menjadi Associate Research di Pusat  Kajian  Komunikasi FISIP  UI  dan  Lab Sosio, Departemen  Sosiologi  FISIP UI, 2002 – 2003.

Selanjutnya Juri menggeluti profesi terkait dengan politik. Pada tahun 2003, ia mendaftarkan diri sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta. Ia pun diterima sebagai anggota KPU DKI Jakarta pada tahun tersebut pada usia 29 tahun.

Ia beruntung menjabat anggota KPU Provinsi DKI Jakarta untuk periode tahun 2003-2008. Pada tahun 2005, ia terpilih menjadi Plt ketua dan Ketua menggantikan M. Taufik. Pada tahun 2008, ia kembali terpilih menjadi anggota KPU DKI Jakarta dan kembali terpilih menjadi Ketua untuk masa bakti 2008-2013.

Namun pada periode tersebut tidak ia tuntaskan, karena pada tahun 2012 ia terpilih menjadi anggota KPU RI periode 2012-2017. Pada saat tahun 2016, ia terpilih menjadi Ketua KPU RI menggantikan almarhum Husni Kamil Manik. Juri menjabat Ketua KPU RI dari tahun 2016-2017.

Petualangan Juri di dunia profesi telah mengantarkan dirinya ke pencapaian sebagai Deputi IV Kantor Staff Presiden. Di Deputi IV Juri membidangi Komunikasi Politik dan Informasi. Selain itu, Juri juga dipercaya di salah satu BUMN sebagai komisaris

Mengabdi di IKA UNJ

Juri Ardiantoro mempunyai prinsip bahwa alumni harus kembali ke almamater dalam bentuk pengabdian apapun, baik sebagai dosen, menjadi pengurus alumni atau sebagai motivator buat adik kelasnya.

Sebagai komitmen pada prinsip tersebut, pada tanggal 12 Mei 2017, Juri terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat IKA UNJ periode 2017-2020. Beberapa pesan yang disampaikan ketika terpilih menjadi Ketua Umum IKA UNJ adalah berkomitmen untuk membesarkan IKA UNJ dan bahkan UNJ, tentu dengan cara bermitra dengan pihak UNJ.

Juri pun mengajak alumni untuk kembali ke almamater dengan tujuan mengabdi, tentu mengabdi sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.

Kerjasama baik antara IKA UNJ dan UNJ adalah ditandai dengan diperolehnya akreditasi unggul UNJ pada tahun 2021. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri menandai hubungan baik antara UNJ dan IKA UNJ.

“Karena salah satu penilaian adalah terkait pemetaan dan kontribusi alumni terhadap almamater. Assesor di akhir penilaian melalui Virtual Meeting menyampaikan apresiasi terkait lancar dan solidnya hubungan antara IKA UNJ dan UNJ,” ujar Juri.

Bahkan Rektor UNJ, Prof. Dr. Komarudin juga menyampaikan hal tersebut kepada IKA UNJ dalam berbagai moment.

Beberapa kegiatan yang digagas IKA UNJ pada masa kepemimpinan Juri adalah seminasi karya tulis nasional yang diseminasikan. Pada masa pandemi Covid-19 IKA UNJ juga memberi bantuan kepada para mahasiswa yang tidak bisa pulang kampung akibat pemberlakuan PSBB  IKA UNJ juga memberikan bantuan APD kepada Puskesmas-puskesmas dan rumah sakit di Jakarta.

Tidak ketinggalan pada saat ramadhan IKA UNJ juga membantu kaum yatim dan dhuafa dengan memberi santunan, maupun pemberian makanan berbuka yang dilakukan setiap hari di sekitar kampus. Dan berbagai kegiatan lainnya yang berdampak kepada mahasiswa, alumni, almamater dan masyarakat sekitar.

WG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =