Hot Topic Hukum

Kasus OTT Basarnas Makin Memanas, MAKI Minta Masa Jabatan Pimpinan KPK Tidak Diperpanjang

Channel9.id – Jakarta. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengkritik keras Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menyatakan penyidik dan penyelidik khilaf terkait OTT di Basarnas. Oleh karenanya, MAKI mendorong agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan KPK menjadi 5 tahun tak diterapkan di era Firli Bahuri dkk.

“Untuk itu makanya saya kan udah ngamuk-ngamuk kemarin itu, masa menyalahkan penyelidik dan penyidik wong jelas-jelas ada gelar perkara, ekspos dan kemudian yang jumpa pers juga Pak Alex Marwata, nah kemudian membuat pernyataan Pak Tanak yang khilaf adalah penyelidik dan penyidik. Setelah kita ramai lagi Pak Marwata mengakui yang khilaf pimpinan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Sabtu (29/7/2023).

Boyamin bahkan menilai tidak ada prestasi yang bisa diharapkan dari pimpinan KPK saat ini. Ia menyoroti pimpinan KPK lainnya yang tak bersuara soal OTT yang melibatkan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi ini.

“Nah ini kan udah nggak bisa diharapkan lagi prestasi yang hendak kita tempuh dari pimpinan yang sekarang ini. Sementara Pak Ghufron cari selamat tetap terpilih lagi, terus kemudian Pak Nawawi juga diam menjadi biksu, mau diharapkan apa pimpinan sekarang ini,” jelasnya.

“Maka seperti yang saya ajukan ke Mahkamah Konstitusi meminta bahwa 5 tahun itu periode berikutnya berlakunya bukan periode yang sekarang, sehingga langsung otomatis jadi 5 tahun ditambah setahun, itu nggak bisa. Karena kan masa jabatan 5 tahun, 5 tahun itu kan yang dipilih,” imbuhnya.

Boyamin menilai masa jabatan Firli dkk tidak patut diperpanjang 1 tahun lagi. Sebab, menurutnya pimpinan KPK saat ini tidak berprestasi hingga terlibat pelanggaran kode etik.

“Salah satu alasan saya tidak diperpanjang periode ini karena tidak berprestasi dan melanggar kode etik dan banyak hal kontroversi yang lain, dan saya juga berencana melaporkan pimpinan KPK untuk pelanggaran kode etik terkait dengan sengkarut koneksitas OTT TNI ini, terutama yang menyalahkan penyidik dan penyelidik ini, itu udah fatal itu,” jelasnya.

Boyamin juga menyinggung soal profesionalisme pimpinan KPK saat ini. Ia menilai harusnya kasus yang melibatkan militer aktif harus melibatkan TNI.

“Dan sisi lain juga memang pimpinan KPK sangat tidak mumpuni, tidak profesional. Jelas-jelas ini dilakukan tentara, ya tentara koneksitas. Minimal koneksitas kalau ndak ya diserahkan, ndak bisa KPK mengumumkan sendiri, itu nggak bisa, itu pelanggaran berat menurus saya,” tutur dia.

Lebih lanjut, MAKI meminta Mahkamah Konstitusi membuat putusan agar masa jabatan pimpinan KPK 5 tahun itu berlaku untuk periode mendatang.

“Jadi satu hal ini pelanggaran berat, kedua Mahkamah Konstitusi saya minta untuk membuat putusan seperti yang saya ajukan kemarin, untuk menyatakan bahwa 5 tahun itu berlaku untuk periode yang akan datang. Salah satu alasan saya itu kan kalau Indonesia negara hukum dan asasnya asas manfaat, selain kepastian dan keadilan. Nah ini kalau diberikan sekarang tidak bermanfaat, malah mudarat, banyak keburukannya nanti. Jadi jangan dikasihkan yang periode sekarang,” tuturnya.

Sebelumnya, KPK meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono karena telah menangkap tangan dan menetapkan tersangka Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya semestinya mengetahui penanganan dugaan korupsi Henri dan Afri ditangani oleh Puspom TNI. KPK juga menangkap tangan bawahan Henri, Letkol (Adm) TNI Afri Budi Cahyanto.

Hal itu disampaikan Tanak usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer termasuk Komandan Puspom (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.

Namun, kata Tanak, penyelidik KPK khilaf sehingga Afri tetap diciduk dan diproses hukum oleh KPK hingga menetapkan status tersangka.

“Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK,” tutur Tanak, Jumat (28/7/2023).

“Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU 14/1970 tentang pokok-pokok peradilan, diatur ada empat lembaga peradilan: peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama,” imbuhnya.

Baca juga: Penetapan Tersangka Kabasarnas Henri, KPK Pastikan Sudah Bersinergi dengan Mabes TNI

Baca juga: Johanis Tanak Dipilih Sebagai Pengganti Lili Pintauli

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

87  +    =  89