Jakarta – Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Jakarta Selatan, Senin (8/12/2025), menjadi panggung penting bagi upaya pembangunan ekosistem inklusif di Indonesia. Dengan tema “Meneguhkan Terwujudnya Ekosistem Inklusif untuk Pemberdayaan Disabilitas”, acara yang diinisiasi Partai Gerindra ini menegaskan kembali bahwa penyandang disabilitas bukan sekadar penerima manfaat pembangunan, tetapi aktor utama dalam prosesnya.
Acara tersebut dihadiri lebih dari 25 komunitas disabilitas yang masing-masing mengirimkan sekitar 30 peserta. Tak hanya itu, 25 UMKM disabilitas juga turut memamerkan produk kreatif mereka—mulai dari kerajinan, fesyen, kuliner, hingga produk inovasi berbasis teknologi.
Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Kesra DPP Gerindra, dr. Sumarjati Arjoso, menegaskan komitmen partai terhadap inklusi sosial dalam pembangunan nasional.
“Penyandang disabilitas bukan hanya penerima manfaat, tetapi berpartisipasi aktif dalam pembangunan,” jelasnya.
Ia menyebut acara tahun ini adalah pertemuan tahunan ke-11 antara Partai Gerindra dan komunitas disabilitas. Menurutnya, keberlanjutan ini menunjukkan komitmen partai yang sudah tertanam sejak awal berdirinya.
Sumarjati juga memaparkan data penting: Indonesia memiliki sekitar 28 juta penyandang disabilitas, atau 10 persen dari total penduduk. Tantangan besar masih mengemuka, seperti 17 persen yang tidak pernah bersekolah dan hanya 4,2 persen yang dapat menempuh pendidikan tinggi.
“Karena itu, pemberdayaan ekonomi menjadi penting. Hari ini kami hadirkan 25 UMKM disabilitas. Saya berharap kita membeli produk-produk mereka. Ini bukan belas kasihan, ini pembangunan ekonomi inklusif,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, atas dukungan penyelenggaraan acara tersebut. Tak lupa, ia mengajak peserta mendoakan keselamatan masyarakat di Aceh, Sumut, dan Sumbar yang tengah dilanda bencana.
Komisioner Komisi Nasional Disabilitas, Fatimah Asri Mutmainnah, tampil memberikan perspektif kritis mengenai tantangan inklusi yang belum sepenuhnya terjawab.
“Isu disabilitas selalu kita lihat dari hulu ke hilir. Hulunya adalah stigma. Ketika kemampuan penyandang disabilitas dibangun, stigma itu akan tereliminasi,” ungkapnya.
Fatimah menyoroti persoalan klasik dalam akses kerja. Ia mencontohkan dialog dengan asosiasi pengusaha yang menyediakan 100 lowongan kerja bagi penyandang disabilitas. Namun, hanya dua pelamar yang datang.
Ia menekankan bahwa Gerindra selama ini konsisten menyuarakan isu disabilitas secara keras di parlemen, tetapi implementasi tetap menjadi kunci keberhasilan.
“Partai ini tidak hanya menyediakan panggung seremonial, tapi ruang partisipasi yang berkelanjutan. Tanpa akses dan akomodasi layak, tak akan ada Putri Ariani yang tampil di panggung dunia,” ujarnya.
Fatimah juga menyinggung keberhasilan individu disabilitas seperti Bu Yuli, yang dulunya penerima zakat namun kini menjadi pembayar zakat karena dukungan aksesibel.
Ia menekankan bahwa UU No. 8/2016 menjadi payung hukum penting, diperkuat dengan prioritas Presiden Prabowo dalam asca cita terkait pemberdayaan pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas.
Di bagian akhir, Fatimah menyoroti tantangan baru: mobilitas digital yang tidak ramah bagi sebagian besar remaja disabilitas.
“WHO mencatat satu dari tiga remaja berpotensi mengalami mental illness. Ini semakin berat bagi remaja disabilitas yang akses edukasinya terbatas,” ujarnya.
Untuk itu, KND bersama tokoh-tokoh nasional mendorong penyusunan buku fiqh psikologi untuk disabilitas sebagai pedoman pendampingan mental berbasis nilai dan budaya Indonesia.





