Channel9.id – Jakarta. Sekjen PDIP Hasto Kristianto mengingatkan publik soal kecurangan pemilu 2009. Pernyataanya itu disampaikan untuk menangkis “serangan” SBY yang menuding ada rekayasa pemerintahan Jokowi untuk membuat pilpres 2024, hanya diikuti dua pasangan capres dan cawapres.
Atas tudingan itu, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto balik menuding bahwa kecurangan pemilu yang paling masif justru terjadi pada tahun 2009.
Jauh sebelum pernyataan Hasto Kristianto itu terlontar, di tahun 2009, Ketua Umum KAHMI Fuad Bawazir sudah pula menyampaikan terkait adanya kecurangan pemilu di zaman Soesilo Bambang Yoedhoyono itu saat menjabat Presiden RI.
Waktu itu menurut Ketua Umum KAHMI, Pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2009 tidak membanggakan karena sarat dengan kecurangan.
“Ini adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah,” demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Majelis Nasional KAHMI, Fuad Bawazier bersama pengurus KAHMI. Pernyataan Ketua KAHMi disampaikan pada 21 Juli 2009.
Tekait kecurangan pemilu 2009, bahkan Fuad Bawazir menilai pelaksanaan pemilu itu carut marut. Padahal Indonesia sudah berkali-kali menggelar pemilu. Amburadulnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi sorotan utama KAHMI.
“Tidak sepatutnya negeri yang sudah berpengalaman menyelenggarakan pemilu seperti ini. Meskipun JK yang menang, kami tetap nyatakan ini pemilu terburuk,” demikian Fuad yang juga Ketua Tim Sukses JK-Wiranto kala itu.
Selanjutnya KAHMI mengatakan, Megawati dan Habibie yang menjadi Presiden sebelum SBY dapat dikatakan berhasil menggelar pemilu. Bahkan, pemilu semasa mantan Presiden Soeharto tidak diwarnai dengan kecurangan DPT, meskipun Soeharto merupakan figur yang tidak demokratis.
Semasa Susno Duadji menjadi tahanan, mantan Kabareskrim itu mengaku siap membeberkan dugaan kecurangan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilu 2009. Pernyataan Susno itu disampaikan oleh Mochtar Ngabalin setelah menjenguk Susno yang waktu ditahan di Mako Brimob (13/5/2010).
Dugaan kecurangan DPT pemilu 2009, memang sempat dilaporkan oleh Badan Pengawas Pemilu ke Bareskrim. Begitu juga dugaan kecurangan soal sumbangan terhadap peserta pemilu. Namun, dua kasus tersebut berhenti dan tidak disidik. Saat itu Susno masih menjabat Kabareskrim.
Begitu pula, Penulis buku ‘Cikeas makin menggurita,’ George Junus Aditjondro juga pernah mengungkapkan terkait kecurangan pemilu di zaman Presiden SBY. Bahkan hasil penelitian dia mengungkap bahwa Pemilu 2009 seharusnya diulang karena adanya dugaan kecurangan, termasuk apa yang terindikasi dilakukan anggota KPU Andi Nurpati ketika itu.
Tentang adanya dugaan kecurangan Pemilu 2009, Aditjondro kemudian menguraikan hal itu di bukunya ‘Cikeas makin menggurita,’ sebagai kelanjutan dari buku ‘Gurita Cikeas’ yang ditulisnya sebelumnya. Dalam buku tersebut, dia mengurai lebih dalam soal pelanggaran dan kecurangan Pemilu 2009. Selain itu juga dipaparkan keberpihakan KPU yang memperkuat dugaan selama ini bahwa Andi Nurpati yang saat ini menjadi Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Partai Demokrat itu terlibat dalam kecurangan tersebut.
“Gong dari buku ini adalah mempertanyakan kemenangan Demokrat dan kemenangan SBY, tidak sah. Pemilu harus diulang, dan pelaku-pelakunya harus didiskualifikasi,” ujar Aditjondro kala itu.
PDI Perjuangan menanggapi serius tuduhan SBY bahwa Pemerintahan Presiden Jokowi ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil.
PDI Perjuangan menegaskan, catatan kualitas Pemilu tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab.
“Zaman Pak Harto saja tidak ada manipulasi DPT. Zaman Pak SBY manipulasi DPT bersifat masif. Salah satu buktinya ada di Pacitan. Selain itu Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam Pemilu, ternyata kemudian direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. Diluar itu, data-data hasil Pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai bentuk tim senyap dibentuk. Selain itu, menurut penelitian, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik Pak SBY,” ujar Hasto, Sabtu 17 September 2022.
Dampak lebih lanjut, rezim SBY yang mendorong liberalisasi politik melalui sistem Pemilu Daftar Terbuka.
“Puncak liberalisasi politik dan liberalisasi di sektor pertanian, terjadi jaman Pak SBY. Dengan berbagai manipulasi tersebut, Partai Demokrat mengalami kenaikan 300%. Paska Pak SBY tidak berkuasa, terbukti hal-hal yang sifatnya ‘bubble’ kemudian mengempes atau pecah sendiri, karena cara menggelembungkannya bersifat instant,” kata Hasto.
Tudingan balik Hasto Kristianton itu untuk menangkis pernyataan SBY sebelumnya.
Seperti diketahui Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku telah menerima informasi kalau Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang akan diatur hanya untuk dua pasangan calon presiden dan wakil presiden saja.
Pernyataan itu disampaikan SBY kepada kader Partai Demokrat saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Tahun 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2022.
SBY bahkan menyatakan dirinya mendengar dan mengetahui ada tanda-tanda pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil.
“Saya mendengar, mengetahui, bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” ucap SBY.
Mantan Presiden asal Partai Demokrat itu juga mengaku tidak pernah melakukan hal serupa selama menjabat sebagai presiden Republik Indonesia pada 2004 hingga 2014.
“Selama 10 tahun lalu kita di pemerintahan dua kali menyelenggarakan Pemilu termasuk Pilpres, Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu,” kata SBY.
Pernyataan-pernyataan SBY itulah yang memantik reaksi para politisi PDI Perjuangan. Hingga Hasto Kristianto menuding balik bahwa pemilu zaman SBY tahun 2009, sarat dengan kecurangan.