Channel9.id – Jakarta. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran mantan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim (NAM) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pengadaan laptop chromebook pada tahun 2019–2022. Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo mengungkapkan Nadiem pada Februari 2020, yang saat itu menjabat sebagai Mendikbudristek, melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan program Google for Education yang menggunakan perangkat Chromebook.
“Perbuatan yang dilakukan adalah pada bulan Februari 2020 NAM menjabat Mendikbudristek melakukan pertemuan dengan Google Indonesia dalam rangka membicarakan produk Google dan programnya menggunakan Chromebook untuk peserta didik dan kementerian,” kata Nurcahyo dalam konferensi pers di Kejagung, Kamis (4/9/2025).
Dalam pertemuan itu, Nadiem dan Google menyepakati spesifikasi teknis menggunakan produk Google, yakni Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) untuk membuat alat informasi dan teknologi.
Kesepakatan itu kemudian ditindaklanjuti dengan digelarnya rapat tertutup bersama Dirjen Dikdasmen berinisial H, Kepala Litbang Kemendikbudristek inisial T, dan Stafsus Nadiem berinisial JT dan FH pada 6 Mei 2020.
“(Dalam rapat itu) mewajibkan para peserta dalam menggunakan headset atau alat sejenisnya yang membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM,” ujarnya.
Nurcahyo mengungkapkan sebelumnya Google telah mengirimkan surat kepada Kemendikbudristek untuk menawarkan partisipasi dalam pengadaan alat TIK. Padahal, surat Google itu tidak dijawab menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, karena uji coba pengadaan Chromebook pada 2019 dinilai gagal, terutama untuk sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
“Atas perintah NAM tahun 2020, membuat juknis dan juklak yang spesifikasinya sudah mengunci Chrome OS. Tim teknis membuat kajian review dengan menyebut Chrome OS,” ujarnya.
Pada Februari 2021, Nadiem kemudian menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional. Dalam lampiran peraturan itu, spesifikasi teknis sudah dipatok menggunakan Chrome OS.
Kejagung menilai kebijakan itu melanggar sejumlah peraturan, yakni Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang Juknis Dana Alokasi Khusus Fisik 2021, Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang diubah Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, dan Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang diubah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Akibat pelanggaran tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian keuangan sekitar Rp1,98 triliun.
“Masih dalam perhitungan oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan),” ucap Nurcahyo.
Status tersangka ini ditetapkan usai Nadiem menjalani tiga kali pemeriksaan sebagai saksi. Ia pertama kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut pada Senin (23/6/2025) lalu. Kemudian pada Kamis pagi ini, Mendikbudristek era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu menjalani pemeriksaan yang ketiga kalinya.
Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; Mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Atas perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun yang terdiri dari kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp480 miliar dan mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun.
Baca juga: Kejagung Tahan Nadiem Makarim terkait Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
HT