Channel9.id – Jakarta. Satu persatu testimoni keluarga korban Lion Air JT 610 ungkap kejanggalan ACT kelola dana CSR Boeing.
Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri sudah menaikkan penyidikan kasus penyelewengan dana CSR Boeing oleh pengurus dan petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Pemeriksaan penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri mengungkan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mendapat rekomendasi dari 68 ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018 untuk mengelola dana sosial atau CSR Rp 138 miliar. Namun penyidik juga menemukan bukti awal adanya penyalahgunaan dana CSR itu untuk kepentingan pribadi pengurus dan petinggi yayasan ACT.
Baca juga: Polri Bentuk Tim Khusus Percepat Penyidikan Kasus ACT
Namun di pihak keluarga korban Lion Air JT-610, kemunculan nama Yayasan ACT dalam pengelolaan dana Boeing dinilai sangat janggal dan aneh. Pasalnya saat pengajuan yayasan untuk mengelola dana konpensasi dari Boeing itu, nama Yayasan ACT tidak ada.
Kejanggalan munculnya nama ACT itu disampaikan oleh keluarga korban Lion Air JT-610 bernama Tami Juliani, Engki Bocana. Engki mengungkap ada keanehan atas kemunculan nama yayasan ACT. Nama yayasan ACT muncul setelah keluarga korban menentukan yayasan yang direkomendasikan ke Boeing. Proses penunjukan ACT pun berjalan cepat dan tergesa-gesa.
Sebelum nama Yayasan ACT muncul, pihak keluarga korban sudah melaksanakan proyek yang diminta pihak Boeing, yaitu dana CSR mesti digunakan untuk kepentingan pendidikan dan agama. Namun tiba-tiba dari Boeing atau Lion Air menyodorkan nama Yayasan ACT dengan tergesa-gesa dan waktunya sangat mepet. Pihak keluarga pun merasa aneh.
Engki mengaku tidak tahu kenapa ACT masuk dalam daftar yayasan yang direkomendasikan. Padahal, awalnya ada 15 yayasan yang harus dipilih keluarga korban untuk direkomendasikan ke Boeing, tidak ada ACT dalam daftar.
Dengan kemunculan yayasan ACT direkomendasikan Boeing itu, pihak keluarga korban kemudian tidak memilih 15 (yayasan) itu. Karena 15 yayasan yang direkomendasikan keluarga korban tidak dipilih, maka keluarga korban mengajukan sendiri yayasan atas nama korban Ahmad Mughni Pangkalpinang.
Dari hasil pemeriksaan penyidik, nama yayasan ACT itu muncul sebagai hasil loby para petinggi yayasan ke pihak Boeing. Akhirnya ACT mendapatkan peluang untuk mengelola dana kompensasi korban Lion Air JT-610. Dari dana konpensai sebesar Rp 2 miliar perorang dari seluruh total dana kompensasi sebesar Rp 138 miliar, yang dikelola yayasan ACT itu, penyidik menduga ada praktek penyelewengan, dana tersebut ditilep untuk kepentingan para pengurus dan petinggi yayasan ACT.
Penyidik telah menaikan Kasus dugaan penyelewengan dana itu dari penyelidikan ke proses penyidikan, sehingga kasus ini besar kemungkinan akan berlanjut dengan adanya para tersangka.