Channel9.id – Jakarta. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim mengatakan, pendapat hukum atau legal opinion dari Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah terbit terkait putusan pembayaran utang ke produsen minyak goreng dan ritel. Utang itu berkaitan dengan selisih harga pada program minyak goreng satu harga (rafaksi) pada 2022 lalu.
“LO-nya (legal opinion) sudah keluar. Isinya (pendapat hukum Kejagung) pemerintah masih punya kewajiban untuk membayarkan. Tetapi tetap berdasarkan ketentuannya. Nah ketentuan dengan hasil verifikasi yang dilakukan secara akuntabel, profesional dari Sucofindo. Keluar LO-nya kemarin (11/5/2023),” kata Isy dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/5/2023).
Adapun nominal pembayaran yang harus diselesaikan pemerintah sebesar Rp 800 miliar. Angka ini berdasarkan verifikasi dari PT Sucofindo yang ditugaskan untuk menjadi verifikator klaim selisih harga dari program yang telah berjalan pada Januari 2022 lalu itu.
“Total tagihan itu secara Rp 800 miliar. Kalau Aprindo kan melalui modern trade, sedangkan ada yang general trade. Jadi gabungan itu agak lumayan besar sekitar Rp 800 miliar, itu gabungan,” tutur Isy.
Meski demikian, ia belum dapat memastikan berapa nominal yang akan didapat peritel, meskipun Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim utang pemerintah kepada peritel sebesar Rp 344 miliar.
“Belum tentu (dibayarkan Rp 344 miliar), itu kan total tadi (Rp 800 miliar), nanti yang diberikan Sucofindo itukan total. Saya belum bisa memberikan kepastian jumlah, karena harus buka dokumen sekecil-kecilnya. Kalau bahwa ini punya modern trade (MT) Aprindo mungkin, kemudian ini punya GT (general trade),” terangnya.
Untuk itu, lanjut Isy, jika produsen dan ritel tak terima dengan nominal angka Rp 800 miliar versi pemerintah, pelaku usaha bisa menuntut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Tapi kan PTUN itu tergantung pada pelaku usaha, apakah pelaku usaha cukup terima, maka prosesnya akan selesai. Kalau pelaku usaha nggak menerima hasil verifikasi tentu ada mekanisme lain (seperti menggugat ke PTUN),” terang Isy.
Sebelumnya, Aprindo sempat menemui Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk menagih utang subsidi minyak goreng sebesar Rp344 miliar pada Kamis (4/5/2023) lalu. Dalam pertemuan itu, Aprindo memberikan tengat waktu selama 2-3 bulan kepada pemerintah untuk membayar utang tersebut.
“Kami berharap dalam 2-3 bulan ini harus selesai, sampai lunas,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey kepada wartawan di Kantor Kemendag, Kamis (4/5/2023).
Ia mengatakan langkah terakhir yang akan dilakukan pihaknya jika utang tak kunjung dilunasi adalah menggugat Kemendag ke Pengadilan Tata Usaha Negara. “Kami akan gerakkan segala opsi, termasuk opsi hukum,” pungkas Roy.
Sebagai informasi, kisruh itu berawal ketika Kemendag mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 yang meminta semua pengusaha menjual minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET) seharga Rp14.000 per liter.
Sementara itu, harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp17.000-20.000 per liter. Selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3/2022 disebut akan dibayarkan pemerintah.
Namun, hingga saat ini, utang yang dibayarkan ke peritel sebagai selisih harga sebanyak Rp 344 triliun belum juga dibayarkan.
Baca juga: Kemendag Punya Waktu 2-3 Bulan, Aprindo Akan Gugat ke PTUN Soal Uang Migor Rp 344 Miliar
HT