Channel9.id – Jakarta. Ketua DPP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Faozan Amar menanggapi keputusan Prof. Dr. Azyumardi Azra yang akan Golput bila Pilkada tetap dilaksanakan di masa pandemi covid-19. Menurut Faozan, keputusan Golput merupakan hak dari Azyumardi Azra. Faozan pun berharap Azyumardi Azra tidak diserang secara pribadi atas keputusannya.
“Kalau menolak Pilkada jangan diserang pribadinya, tapi bikin narasi tandingan mengapa Pilkada tetap harus dilaksanakan. Lebih baik kita mengajak tukang ojek untuk mendukung Pilkada 2020. Lagi pula suara seorang profesor sama dengan tukang ojek itu sama. Karena itu jangan menyerang pribadi Azyumadri Azra,” kata Faozan dalam Webinar ‘Pilkada Serentak di tengah Pandemi’, Minggu (27/9).
Menurut Faozan, pro dan kontra terhadap Pilkada 2020 merupakan hal biasa. Hal itu menunjukan bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam hal ini, tiap kritik dan masukan tentunya bermanfaat untuk kesuksesan Pilkada 2020.
Faozan secara pribadi mendukung tetap dilaksanakannya Pilkada 2020. Faozan pun menyarankan beberapa masukan supaya Pilkada 2020 tetap aman dari Covid-19. Pertama, pihak penyelenggara dan pemangku kepentingan harus memperketat protokol kesehatan Covid-19 di tiap tahapan Pilkada 2020.
“Perketat protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mencuci tangan,” katanya.
Kedua, pada daerah Zona Merah yang tidak aman untuk penyelenggaraan Pilkada, maka dapat digunakan TPS Keliling dengan mendatangi langsung rumah warga.
“Keliling door to door ke rumah pemilih. Wacana ini sedang dikembangkan,” katanya.
Kemudian, para bakal calon pimpinan daerah bisa memanfaatkan teknologi daring seperti menerapkan kampanye virtual. Seperti kampanye virtual yang dilakukan Calon Wali Kota Solo Gibran Rakabuming. Gibran melakukan blusukan seccara daring dengan menggunakan virtual box.
“Kampanye virtual seperti yang dilakukan Gibran tentu merupakan inovasi untuk mengurangi kontak langsung dan mencegah kerumunan sesuai dengan protokol kesehatan,” katanya.
Terakhir, Faozan menyarankan, pihak penyelenggara Pilkada harus memberi sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Sanksi tersebut bisa berupa sanksi diskualifikasi bagi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan,” pungkasnya.
(HY)