Channel9.id – Jakarta. Ketua Pusat Studi Pancasila Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Irwansyah menyampaikan, makna radikal tidak selalu negatif. Adapun istilah radikal berasal dari bahasa latin yang artinya mengakar.
Dalam konteks pendidikan perguruan tinggi, dia menyatakan, radikal merupakan salah satu ciri berpikir filsafat. Mahasiswa, kata dia, harus memiliki cara berpikir radikal supaya bisa melihat suatu masalah secara menyeluruh dan utuh.
Hal itu disampaikan Irwansyah dalam Webinar Pancasila bertajuk ‘Peranan Pancasila dalam Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi’ yang digelar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Rabu 12 Januari 2022.
Baca juga: Klinik Pancasila: Pencegahan Radikalisme Tidak Cukup Menempatkan Pancasila Sebagai Ideologi
“ Jadi cara berpikir radikal itu positif dari ciri, dari cara berpikir mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk berpikir lebih sistematik utuh dan menyeluruh. Saya kira gerakan mahasiswa 1966 tidak akan bisa menumbangkan orde lama tanpa berpikir radikal. Begitu pula 1998,” kata Irwansyah.
Irwansyah menambahkan cara berpikir radikal juga berperan besar untuk kemajuan bangsa melalui ilmu pengetahuan.
“Jadi kemajuan bangsa, ilmu pengetahuan, membutuhkan ilmuwan yang berpikir kritis dan radikal. Jadi harus dibangun kesadaran itu,” ujar Irwansyah.
Menurut Irwansyah, makna radikal menjadi negatif ketika seseorang memahaminya secara menyimpang yang berujung tindakan kekerasan.
“Nah cara untuk mencegah radikalisme itu yakni memaknai dan mempraktikkan nilai-nilai pancasila,” kata Irwansyah.
Sayangnya, banyak pejabat dan elite politik di Indonesia tidak mencerminkan praktek dari nilai-nilai Pancasila. Banyak pejabat yang bermoral buruk hingga tersandung kasus korupsi.
“Apakah nilai-nilai Pancasila untuk membendung radikalisme sudah dimiliki para elite kita? Praktik-praktik yang diperlihatkan memperlihatkan nilai-nilai yang semakin pragmatis. Kita kehilangan nilai spriritual, nilai moral turun, ada korupsi, ada lelang jabatan, segala macam cara mendapatkan jabatan dilakukan,” tegas Irwansyah.
“Tidak ada partai yang lepas dari korupsi, justru KPK malah diamputasi. Kemudian soal moral, apa yang hilang? Yang hilang keteladanan dari para pemimpin. Dulu kalau masih ingat, kalau masih ada Jaksa Agung Soeprapto, kalau kepolisian masih ada Jenderal Hoegeng, sekarang?,” tanya Irwasnyah.
Menurut Irwansyah, hal-hal itu membuat seseorang kecewa dengan pemerintah sehingga memunculkan benih-benih radikalisme.
“Sebagai bangsa ini masih banyak persoalan seperti ketidakadilan, ketidakadilan hukum dan sosial. Hal ini yang membuat masyarakat kecewa terhadap pemerintah, ini benih radikal,” katanya.
Oleh karena itum Irwansyah berharap hukum di Indonesia menjadi lebih adil. Bukan hukum yang tumpul ke atas tapi tajam ke bawah. “Tentu penegakkan hukum yang bermoral tinggi berintegritas dan anti-KKN,” ucapnya.
Selain itu, dia mengharapkan lahir para pemimpin yang jujur dan memiliki semangat melayani masyarakat. “Bukan pejabat arogan yang bermental priyayi, korup, dan cukong,” pungkasnya.
HY