Nasional

Klinik Pancasila: Pencegahan Radikalisme Tidak Cukup Menempatkan Pancasila Sebagai Ideologi

Channel9.id – Jakarta. Direktur Klinik Pancasilia Dody Susanto menyampaikan, pencegahan radikalisme tidak cukup hanya menempatkan Pancasila sebagai ideologi. Pancasila, kata Dody, juga harus ditempatkan sebagai ilmu pengetahuan supaya masyarakat meyakini dan mengamalkannya.

Pernyataan itu disampaikan Dody dalam Webinar Pancasila bertajuk ‘Peranan Pancasila dalam Pencegahan Radikalisme di Perguruan Tinggi’ yang digelar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Rabu 12 Januari 2022

“Untuk menangkal radikalisme, kita kurang tepat menempatkan Pancasila sebagai ideologi. Benar bahwa Pancasila merupakan ideologi bangsa. Tapi itu adalah pemufakatan dasar para pendiri bangsa kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di masa itu. Setelah itu, kita harus melakukan transformasi supaya Pancasila menjadi ilmu pengetahuan,” kata Doddy.

Menurut Dody, kehancuran banyak negara bangsa terjadi karena pemerintah memandang ideologi negara hanya dipahami sebagai pedoman hidup saja. Padahal ideologi negara juga perlu ditempatkan sebagai ilmu pemerintahan supaya nilai-nilai yang terkandung benar-benar dipahami dan diamalkan masyarakat.

“Kalau ditempatkan sebagai ilmu pengetahuan ada lanjutan dan ikhtiar, misalnya bagaimana cara mengamalkan sila pertama hingga kelima di kehidupan sehari-hari,” kata Dody.

Menurut Dody, ini menjadi tugas akademisi untuk bisa menempatkan Pancasila sebagai ilmu pengetahuan. Kemudian, para akademisi akan menyampaikan hasil itu kepada publik dengan narasi yang sederhana dan mudah dipahami.

“Nah kemudian disampaikan kepada pubik dengan narasi yang sederhana sehingga Pancasila ada di hati dan kaki anak negeri. Jangan sampai berhenti di cara pandang hidup saja,” ujarnya.

Terkait kemunculan radikalisme, Dody menyampaikan ada 10 faktor penyebabnya. Faktor pertama yakni mengenai faktor makanan. Menurut Dody, masyarakat yang terlalu banyak mengonsumsi bahan pengawet makanan akan menurunkan kemampuan berpikirnya.

Faktor kedua yakni kebahagian, faktor ketiga yakni fantasi, lalu faktor fesyen atau gaya hidup, lalu faktor finansial, kemudian faktor ideologi transnasional, faktor SARA, faktor serangan asing, faktor kepercayaan, dan faktor feeling.

“Nah karena itu kita harus punya wawasan baru. dari kesepuluh faktor itu kita tahu bahwa radikalisme bukan hanya masuk lewat pikiran saja. Semuanya juga berpengaruh mulai dari food hingga feeling. Dan semuanya itu dampaknya kita akan mudah terserang virus yang saya sebut virus negatif NON STOP. Narkoba, Obat Terlarang, Nikotin, SARA, Terorisme, Onar, dan Pornoaksi,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +    =  7