Channel9.id-Jakarta. Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), H Ali Masykur Musa memberikan apresiasi kepada PBNU yang menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya, Senin, 6 Februari 2023. Kegiatan ini merupakan bukti NU terhadap perdamaian.
“Kegiatan ini juga bentuk komitmen mempertahankan perdamaian,” ujar Ali, Senin 6 Februari 2023.
Menurut Ali, kegiatan internasional ini juga merupakan prinsip PBNU dan Islam yang selalu mengedapankan keadilan.
Baca juga: PBNU Gelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya
Kegiatan ini juga menunjukkan prinsip PBNU yang mementingkan kemanusiaan. Sebab, bila menjunjung tinggi kemanusiaan, konflik bisa diredam.
“Keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian itu yang dikedepankan oleh NU dan disumbangkan untuk negara,” pungkasnya.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menjelaskan forum ini menghadirkan 15 pakar dari dalam negeri maupun mancanegara sebagai pembicara kunci.
“Kelima belas pemaparan para mufti dan ahli hukum Islam tersebut mengulas berbagai persoalan kontemporer dari sudut pandang Islam, mulai dari format negara-bangsa, relasi dengan non-muslim, hingga tata politik global. Salah satunya pembahasan tentang posisi Piagam PBB di mata syariat Islam,” katanya saat konferensi pers jelang muktamar di Surabaya, Minggu.
Gus Yahya, sapaan akrabnya, berharap hasil muktamar dapat menginisiasi bergulirnya wacana mengenai fiqih peradaban dalam konteks global.
“Tujuan dari muktamar adalah menginisiasi diskursus wacana tentang peradaban seperti apa yang hendak kita inginkan bagi masa depan umat manusia,” ujarnya.
Gus Yahya berharap para ulama internasional dapat bersinergi dalam mengupayakan wacana tersebut.
Menurutnya ada kekosongan cukup besar di tengah arus wacana toleransi dan moderasi beragama. Karenanya, melalui muktamar ini, PBNU ingin menjaring pandangan para ulama ahli fiqih mengenai hal tersebut.
“Kita hendak memulai satu perbincangan wacana yang serius di kalangan para ulama ahli fiqih tentang bagaimana sebetulnya wawasan peradaban itu dikaitkan dengan nilai syariah yang valid,” ucap kiai kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 56 tahun lalu itu.
Gus Yahya menegaskan bahwa Muktamar Internasional Fiqih Peradaban bukan satu agenda yang kecil, melainkan agenda raksasa.
Sebab, lanjut dia, hal tersebut melewati pergulatan yang tidak ringan. Ia memberanikan diri untuk melaksanakannya sebagai proses keilmuan yang valid untuk kebaikan di masa depan.
“Proses keilmuan yang valid tentang bagaimana umat Islam memperjuangkan masa depan peradaban lebih baik untuk semua orang,” katanya.