Oleh: Soffa Ihsan*
Literasi Kitab Kuning
Channel9.id-Jakarta. Sebenarnya, konsep tentang jihad telah lama dikaji oleh umat Islam di Indonesia. Pembahasan tentang jihad bisa ditemukan dalam berbagai kitab kuning yang membahas masalah fikih, seperti Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, Bidayatul Mujtahid, al-Muwafaqot, serta kitab ushul fikih seperti al-Waroqot, Lahoiful Isyarot, Al Mustasfa dan masih banyak lainnya. Kitab-kitab ini menjadi materi kajian wajib di pesantren-pesantren yang dipandang selama ini tradisional (salafiyah). Pada umumnya, pembahasan tentang jihad tersebut lebih banyak berupa kajian pada tataran wacana daripada dalam bentuk aksi. Pengecualian terjadi pada kasus naskah-naskah Hikayat Perang Sabil yang merupakan buku pengobar semangat dalam perang Aceh.
Mengapa kitab kuning? Tentu ya, karena kitab kuning berisi pandangan para pemikir Islam yang heterogen dengan beragam perdebatan yang terjadi di dalamnya. Hal ini membuat wawasan keagamaan masyarakat pesantren tidak hanya terbelenggu oleh satu doktrin pemahaman tunggal. Mereka mendapati bahwa tafsir keagamaan sebagaimana yang mereka temukan dalam kitab kuning, sungguh kaya akan perbedaan. Justru karena perbedaan itulah, setiap muslim memiliki keleluasaan untuk memilih pandangan yang paling diyakininya benar, dengan tetap menghormati pandangan yang lain. Dalam tradisi penulisan kitab kuning, selalu ada apa yang disebut nadhom, matan, syarah, hasyiyah, serta selalu diselipi di dalamnya seperti tanbih, qaul mu’tamad. qila wa qila, qaul arjah, dan lainnya. Hal ini tentu tidak akan kita jumpai dalam pemahaman keagamaan kelompok skriptural yang cenderung mereduksi kebenaran ke dalam satu pandangan.
Nah, fenomena industri penerbitan yang digerakkan secara militan dan disebar secara meluas, hingga melahirkan banyaknya rekrutan radikal membuktikan tidak maksimalnya fungsi–meminjam bahasa Bourdieu (1977)–, reproduksi sosial dan budaya dari lembaga-lembaga sosial seperti sekolah, keluarga, institusi keagamaan dan seterusnya. Ujung-ujungnya, ruang kosong reproduksi nilai tersebut diambil alih oleh kelompok takfiri radikal untuk memproduksi nilai-nilai ‘baru’ yang berporos dari pemahaman keagamaan skriptural dan eksklusif.
*Penulis hanyalah seorang Marbot Lembaga Daulat Bangsa (LDB) dan Rumah Daulat Buku (Rudalku)