Channel9.id – Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membongkar sumber penyebab emisi karbon terbesar di Jabodetabek. Salah satunya berasal dari kegiatan-kegiatan industri yang dilakukan perusahaan dan terindikasi menyebabkan pencemaran udara.
Oleh karena itu, Satgas Pengendalian Pencemaran Udara KLHK menghentikan kegiatan operasional tiga perusahaan dengan indikasi tersebut. Ketiga perusahaan ini berada di wilayah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang.
Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK, Rasio Ridho Sani, mengungkap perusahaan pertama yang dihentikan operasionalnya adalah PT III di Kabupaten Bekasi. PT III ini terindikasi melakukan kegiatan yang menghasilkan emisi udara dan beroperasi tanpa izin.
“Pengawas lingkungan hidup menemukan bahwa terdapat kegiatan peleburan untuk pembuatan koin dan pelat nomor kendaraan yang dilakukan oleh pihak ketiga di area PT III, namun tidak termasuk dalam lingkup persetujuan lingkungan PT II, kegiatan tanpa izin yang menghasilkan emisi udara ini langsung dihentikan dan telah dilakukan pemasangan PPLH line,” kata Rasio dalam konferensi pers di KLHK, Kamis (20/6/2024).
Kemudian PT Raja Goedang Mas (RGM) pemanfaat limbah B yang berlokasi di Kabupaten Serang, menerima limbah B3 selain yang diizinkan dan melakukan open dumping limbah B3 dengan jumlah lebih dari 177.872,4 m3di lahan seluas 5,67 Ha.
Penimbunan limbah secara terbuka tersebut, tidak hanya mencemari air dan tanah, namun juga meningkatkan pencemaran debu/partikulat ke udara sehingga menurunkan kualitas udara.
Terakhir, yakni PT Multy Makmur Limbah Nasional (MMLN) di Kabupaten Tangerang. Ia menerangkan, PT MMLN beroperasi di bidang jasa pengelola limbah B3 yang melakukan pembakaran limbah secara terbuka dan insinerator yang tidak sesuai serta memalsukan surat persetujuan teknis dan sertifikat layak operasi untuk melakukan pemanfaatan dan pengolahan limbah B3.
Raaio pun menekankan penghentian kegiatan tiga perusahaan tersebut harus menjadi pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan lain agar mengelola lingkungan dengan serius. Ia menegaskan akan melakukan tindakan tegas terhadap usaha atau kegiatan yang melanggar dan telah menyebabkan pencemaran dan penurunan kualitas udara.
“Ancaman hukumannya sangat berat, termasuk pencabutan izin, ganti kerugian lingkungan dan pidana dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara dan denda paling banyak 12 miliar rupiah sesuai Pasal 98 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Untuk korporasi sesuai dengan Pasal 119 kami akan menerapkan pidana tambahan termasuk perampasan keuntungan dan pemulihan lingkungan,” pungkasnya.
HT