Channel9.id – Jakarta. Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menyesalkan kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah yang menyeret Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Menurutnya, kasus ini menjadi sinyal lemahnya integritas hakim.
Hinca mengatakan kasus sebelumnya mengenai hakim PN Surabaya yang tersandung kasus suap seharusnya menjadi pembelajaran bagi hakim-hakim lainnya. Ia menyesalkan, para penegak hukum di Indonesia masih bisa dibeli hingga terlibat kasus hukum.
“Seolah-olah berlanjut terus dari Surabaya kemarin, dua-duanya tentang suap. Artinya ternyata hakim kita bisa dibeli, kan gitu perspektif masyarakat,” kata Hinca dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Minggu (13/4/2025).
Menurut Hinca, permasalahan integritas hakim tersebut perlu dibenahi. Seharusnya, putusan hakim dapat menyelesaikan praktik korupsi atau suap, tetapi justru aktivitas pelanggaran itu berlanjut dengan penyuapan hakim.
“Malah hakim yang menangani perkara itu disuap, itu menurut saya sudah melampaui batas,” tuturnya.
Hinca juga menyesalkan lemahnya pengawasan internal Mahkamah Agung (MA) yang belum bisa menjaga integritas para hakimnya secara maksimal. Ia juga mengkritik Komisi Yudisial (KY) yang seharusnya bertugas mengawasi perilaku para hakim.
Ia pun menegaskan bakal mempertanyakan langsung ke MA terkait kasus hakim terlibat suap saat rapat kerja bersama DPR.
“Nanti saya akan pertanyakan di DPR ketika memanggil sekretaris Mahkamah Agung karena dia yang bisa kita panggil untuk menjelaskan pengawasannya, bagaimana penjagaan integritas,” katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Ketujuh tersangka itu di antaranya Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan. Kemudian ketiga Majelis Hakim pemberi vonis lepas yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut terdapat bukti pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group.
“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar Majelis Hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan onslagt,” kata Qohar dalam konferensi pers, Sabtu (12/4/2025).
Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
“Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” tuturnya.
Baca juga: Ketua PN Jaksel Minta Rp60 Miliar untuk Vonis Lepas di Kasus Ekspor CPO, Ini Kronologinya
HT