Nasional

Komnas HAM Sikapi Perpres Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Channel9.id – Jakarta. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menyebut bahwa pemerintahan Joko Widodo sedang menyiapkan Satu Unit Kerja Presiden untuk menyelesaikan Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB) di masa lalu.

Wakil Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) yang dibuat Kemenkumham tentang unit itu pun sudah beredar. Sayangnya, kata dia, Perpres tersebut dinilai masih belum bisa menjawab tentang keadilan HAM di masa lalu.

“Saya sudah membaca draft Perpres tersebut dan dirasa belum memadai. Atau belum terlalu menjawab tentang keadilan HAM di masa lalu itu,” ujar Amirudin dalam webinar bertema ‘Meretas Jalan Keadilan Bagi Korban Pelanggaran HAM yang Berat’, Rabu (21/4).

Amiruddin kemudian mengutip 2 pasal Perpres yang beredar tersebut. Pasal 3 berbunyi “UKP-PPHB melaksanakan penanganan atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat berdasarkan kesimpulan hasil penyelidikan Komnas HAM. Sedangkan pasal 4 berbunyi “Penetapan status korban, jumlah dan jenis kebutuhan/bantuan dalam rangka pemulihan korban dapat dilakukan berdasarkan data hasil verifikasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Baca juga: Pemerintah dan Komnas HAM Bahas Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Amiruddin menilai, dari bunyi Perpres tersebut tidak jelas bagaimana metodenya untuk mengungkap kebenaran. Oleh karena itu, menurutnya, Perpres perlu ada perombakan yang luar biasa. Karena Perpes itu sudah melampaui undang-undang.

“Dokumen Komnas HAM adalah dokumen tindak pidana yang hanya bisa diselesaikan oleh otoritas dalam konteks hukum pidana. Unit tersebut bukan dalam konteks penanganan kerja sistem kita. Kedua, yang sudah diverifikasi LPSK untuk apa lagi unit itu. Karena LPSK sudah memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang dalam rangka memberikan bantuan bukan menyelesaikan pelanggaran HAM,” jelas Amiruddin.

“Saran saya LPSK dikasih saja anggarannya lebih besar sehingga bisa memberikan bantuan psikososial dan Kesehatan kepada korban sambal menunggu proses penyelesaian berdasarkan uu yang ada,” sambungnya.

Amiruddin berharap ke depan agar penuntasan pelanggaran HAM berat mesti memastikan prinsip-prinsip yang jelas tentang HAM sehingga bisa diterima banyak pihak. Diantaranya: 1. non diskriminasi, 2. cepat, tepat sasaran, dan efektif, 3. Persamaan dan akses yang efektif terhadap keadilan, 4. Pendampingan terhadap korban, 5. Akses informasi terhadap korban, 6.Pemulihan korban secara menyeluruh, 7. Pemulihan hak korban bukan bagian dari impunitas, 8. Pemulihan hak korban merupakan kewajiban dan tanggungjawab negara serta hak bagi korban, 9. Perlindungan terhadap hak korban.

“Korban hak asasi manusia bukan menuntut perhatian, belas kasihan seperti orang menunggu antrian sembako. Tapi intinya menunggu dua hal, yakni mengapa peristiwa itu terjadi pada dirinya. Dalam hal itu juga ada kesalahan di masa lalu. Sehingga langkah-langkah itu menjawab apa yang diperlukan dalam menyelesaikan masa lalu itu,” jelasnya.

Diketahui, konsensus nasional dalam menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu diambil dua jalan, yakni Pengadilan HAM dan atau Pengadilan HAM ad hoc dan Komisi kebenaran dan rekonsiliasi.

IG

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

46  +    =  52