Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewanti-wanti praktik politik uang menjelang setahun Pemilu 2024 mendatang.
“Tahapan pemilu yang paling berpotensi memunculkan praktik politik uang adalah tahapan kampanye, yang sudah diputuskan dilakukan selama 75 hari di November nanti,” ujar Afif Afifuddin, Anggota KPU Periode 2022—2027, di seminar daring yang digelar oleh Ditjen Politik dan Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Kamis (9/2).
Baca juga: UU Pemilu Dinilai Tak Aplikatif untuk Atasi Mahar Politik
Afif tak memungkiri bahwa politik uang selalu muncul dalam setiap proses pemilu. Utamanya karena proses pemilu “membutuhkan biaya, dari penyelenggaraan hingga masing-masing peserta.” Namun demikian, ia menekankan bahwa politik uang merupakan salah satu musuh utama demokrasi.
“Karena politik uang bisa menghambat kebebasan dan kerahasiaan pemilu, serta jadi momok bagi penyelenggaraan pemilu yang baik,” pungkas Afif. Belum lagi, politik uang memungkinkan pemilih kehilangan kemerdekaannya karena suara mereka dibeli. Penyelenggara yang melakukannya melanggar prinsip integritas sehingga proses pemilu jadi tak adil.”
“Tentu ini perlu diedukasi kepada publik secara terus menerus agar semakin ke sini, kualitas pemilu kita semakin terjadi dengan meminimalir praktik uangnya,” lanjutnya.
Lebih lanjut, untuk mencegah dampak buruk seperti itu dan mewujudkan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang berintegritas, maka perlu untuk mencegah praktik politik uang. Dalam hal ini, lanjut Afif, pentung untuk bekerja sama dengan pihak-pihak lain.
“Termasuk teman-teman dari PPATK, OJK, Bawaslu dan lain sebagainya… Ini untuk men-track kalau ada parktik-praktik kampanye atau politik uang, entah itu sifatnya tunai maupun nontunai seperti mengisi saldo e-money hingga token listrik,” tandas Afif. “Kita kawal Pemilu 2024 agar jadi pemilu yang berintegritas!”