Nasional

Mahasiswa Gugat UU MD3 ke MK, Minta Rakyat Bisa Berhentikan Anggota DPR

Channel9.id – Jakarta. Lima mahasiswa menggugat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon meminta agar rakyat, dalam hal ini konstituen, dapat memberhentikan anggota DPR RI.

Para pemohon itu di antaranya Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna. Gugatan ini teregister di MK dengan nomor 199/PUU-XXIII/2025 pada Senin (27/10/2025).

Mereka mengajukan gugatan atas Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Mereka turut menguraikan kedudukan hukum yang terkait kerugian hak konstitusional berupa hak politik sebagai warga negara dalam mengawasi jalannya pemerintahan, terutama yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).

“Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR,” kata Ikhsan, dilansir dari laman MKRI, Kamis (20/11/2025).

Dalam gugatannya, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengingat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai diusulkan partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pilihan sesuai aturan undang-undang. Menurut pemohon, ketentuan dalam pasal tersebut menyebabkan pengeksklusifan parpol untuk memberhentikan anggota DPR.

Di sisi lain, pemohon menilai partai politik dalam praktiknya selama ini memberhentikan anggota DPR tanpa ada alasan yang jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat. Sebaliknya, saat ada anggota DPR yang seharusnya diberhentikan atas permintaan rakyat, justru dipertahankan oleh partai politik.

Pemohon menyampaikan, ketiadaan mekanisme pemberhentian oleh rakyat dalam pasal yang diuji, menjadikan peran rakyat sebagai pemilih dalam pemilu hanya sebatas prosedural formal. Sebab, anggota DPR terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak dalam pemilu, tetapi pemberhentiannya tidak lagi melibatkan rakyat.

Pemohon menilai rakyat tidak dapat memastikan wakilnya di DPR benar-benar memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan menjalankan janji-janji kampanye karena tidak mempunyai lagi daya tawar setelah pemilu.

Praktik yang muncul karena ketentuan dalam pasal yang diuji itu, dinilai mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat yang sudah dijamin melalui Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Oleh karena itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta MK untuk menafsrikan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menjadi “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  2  =