Hot Topic

Mantan Dirut Jasa Marga Tersangka Kasus Korupsi di Waskita Karya

Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Desi Aryani (DSA), sebagai tersangka kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero). Desi menjadi tersangka sewaktu menjabat Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.

“Pada 2009, DSA saat itu menyepakati pengambilan dana dari PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri, Kamis, 23 Juli 2020.

Selain Desi, Komisi juga menetapkan mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya yang juga direktur utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana, dan mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya, Fakih Usman. “Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan pada 13 Juli 2020 dengan tiga orang sebagai tersangka,” kata Firli.

Dalam kasus itu, sebelumnya KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka yang telah diumumkan pada 17 Desember 2018, yaitu mantan Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011-2013, Fathor Rachman, dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014, Yuly Ariandi Siregar.

Dia mengatakan, lima tersangka itu diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. “Terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif pada pada proyek-proyek yang dikerjakan Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya selama 2009 sampai dengan 2015,” ujar Firli.

Firli menjelaskan dalam rangka melaksanakan keputusannya tersebut, Desi kemudian memimpin rapat koordinasi internal terkait penentuan subkontraktor, besaran dana, dan lingkup pekerjaannya. “Selanjutnya DSA, FR, YAS, JS, dan FU melengkapi dan menandatangani dokumen kontrak dan dokumen pencairan dana terkait dengan pekerjaan,” kata Firli.

Kemudian pada 2011, lanjut dia, Desi mendapatkan promosi menjadi Direktur Operasional PT Waskita Karya, dan Fathor juga dipromosikan menjadi Kepala Divisi III/Sipil/II menggantikan Desi. “Atas permintaan dan sepengetahuan dari DSA, FR, YAS, JS dan FU kegiatan pengambilan dana milik PT Waskita Karya melalui pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut, dilanjutkan, dan baru berhenti pada 2015.”

Firli menyatakan seluruh dana yang terkumpul dari pembayaran terhadap pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut selanjutnya digunakan oleh pejabat dan staf pada Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya untuk membiayai pengeluaran di luar anggaran resmi PT Waskita Karya.

Pengeluaran di luar anggaran resmi tersebut di antaranya untuk pembelian peralatan yang tidak tercatat sebagai aset perusahaan, pembelian valuta asing, pembayaran biaya operasional bagian pemasaran, pemberian “fee” kepada pemilik pekerjaan (bowheer) dan subkontraktor yang dipakai. “Kemudian pembayaran denda pajak perusahaan subkontraktor serta penggunaan lain oleh pejabat dan staf Divisi III/Sipil/II,” ujarnya lagi.

Selama periode 2009-2015, lanjut Firli, setidaknya ada 41 kontrak pekerjaan subkontraktor fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya.

Sedangkan perusahaan subkontraktor yang digunakan untuk melakukan pekerjaan fiktif tersebut adalah PT Safa Sejahtera Abadi (SSA), CV Dwiyasa Tri Mandiri (DTM), PT MER Engineering (ME), dan PT Aryana Sejahtera (AS).

Sebanyak 14 proyek itu adalah proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, proyek PLTA Genyem, Papua, dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.

Selanjutnya, proyek “fly over” Tubagus Angke, Jakarta, proyek “fly over” Merak-Balaraja, Banten, proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

“Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan total kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan subkontraktor yang diduga fiktif tersebut sejumlah Rp202 miliar,” ujar Firli.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

25  +    =  31