Techno

Marak Digitalisasi, Pengamat Sebut Indonesia Harus Lebih Serius Mengantisipasi Risikonya

Channel9.id-Jakarta. Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menyarankan agar polisi siber fokus pada penipuan online, bukan hanya mengurus hoaks.

“Tentu ide polisi siber ini perlu diuji apakah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Tentunya jangan hanya fokus pada hoaks saja, masyarakat sebenarnya perlu di kasus-kasus penipuan online,” kata Pratama, Rabu (30/12).

Ia mengaku mendukung wacana polisi siber yang digadang pemerintah jika memang bisa menyelesaikan masalah penipuan online dan pencurian akun media sosial. “Namun, pada prakteknya, setiap ada penipuan online, masyarakat hanya bisa melapor dan sulit untuk menemukan pelaku serta mengembalikan dananya,” sambung dia.

Tak hanya itu, Pratama menyebutkan bahwa Indonesia harus lebih serius menangani pencurian data pribadi dan serangan siber. Apalagi saat ini penetrasi internet telah merambah ke 180 juta lebih penduduk.

Sekadar informasi, menurut prediksi global, pada 2021, kerugian akibat serangan siber bisa mencapai US$6 triliun (sekitar Rp84 ribu triliun). Artinya, serangan siber diperkirakan akan menjadi lebih umum, lebih kuat, dan lebih maju.

Hal lain yang mesti diperhatikan ialah perihal serangan siber dan pencurian data pribadi. Pratama menilai masalah tersebut bisa ditekan dengan hadirnya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

Ia menjelaskan bahwa UU tersebut begitu penting kebocoran data banyak terjadi sepanjang 2020. Namun, masyarakat tak bisa berbuat apa-apa karena tak ada instrumen yang melindungi data pribadinya. Belum lagi, semua sektor akan melakukan digitalisasi pada tahun depan guna menghadapi persaingan global. Maka dari itu, ia berharap UU itu segera disahkan pada 2021.

“Situasi ini menjadi penting dan harus dilihat negara sebagai tantangan untuk segera menghadirkan banyak instrumen pendukung agar peraturan, SDM dan teknologi hadir dalam beberapa tahun mendatang bisa mendukung perubahan yang terjadi secara global ini. Indonesia tidak boleh tertinggal dan tidak boleh hanya menjadi konsumen saja,” tutur Pratama.

Lebih lanjut, Pratama juga meminta semua pihak memedulikan keamanan siber selama pandemi Covid-19. Selain untuk kepentingan individu, keamanan siber yang rentan bisa membuat investor ‘mental’.

“Pada masa covid-19 ini, tentu kita ingin terus memastikan investasi hadir di tanah air. Negara harus memahami satu hal penting saat ini, bahwa para pemilik modal ini selain masalah covid-19 juga menjadikan keamanan siber sebagai faktor terpenting sebelum berinvestasi,” katanya.

(LH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6  +  3  =