Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemendikbudristek RI melakukan peninjauan ulang dan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sudah dilaksanakan sejak 2017 silam.
“Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek, karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (11/7/2023).
Sebab, P2G mencatat adanya persoalan utama yang selalu terjadi selama pelaksanaan PPDB sejak sistem ini diberlakukan. Salah satunya adalah migrasi domisili melalui Kartu Keluarga calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.
Menurut Satriawan, hal ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah ‘unggulan’.
“Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di kota Bogor,” tuturnya.
Menurut P2G, modus pindah KK ini harusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan Disdukcapil.
“Solusi verifikasi faktual sudah tepat dilakukan. Yang dilakukan walikota Bogor Bima Arya, bereaksi di ujung proses PPDB ini agaknya telat dan menunjukkan Pemda tidak punya sistem deteksi sejak awal. Apalagi kota Bogor sudah ikut PPDB sejak 2017, jadi bukan hal baru mestinya,” pungkas Satriawan.
Namun, ia mengingatkan bahwa berpindah tempat juga merupakan hak warga negara. Selain itu, lanjut Satriawan, menimbang sekolah tertentu dan membandingkannya dengan sekolah lain juga merupakan hak masyarakat.
Namun, di sisi lain, Satriawan mengungkapkan adanya fakta bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Menurutnya, hal ini menyebabkan orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul.
“Perlu diingat, tujuan awal sistem PPDB untuk pemerataan kualitas pendidikan. Meningkatkan kualitas seluruh sekolah (negeri) agar sama-sama berkualitas: guru, sarana prasarana, kurikulum, dan standar lainnya,” tegasnya.
Padahal, Satriwan menilai, tujuan utama PPDB hingga sekarang masih belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah negeri masih terjadi bahkan makin tinggi.
Tak hanya itu, masalah pindah KK ini pada akhirnya juga membuat anak yang berasal dari keluarga tidak mampu (jalur afirmasi) dan anak dalam satu zonasi tidak dapat tertampung di sekolah negeri.
“Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri,” tutur Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriyansyah.
Ia menegaskan, sistem PPDB sejatinya berpihak pada anak miskin dan anak dapat bersekolah di dekat rumahnya. Sehingga, biaya ongkos termasuk faktor keamanan anak menjadi lebih ringan.
Feriyansyah mengatakan, sepanjang anak miskin dan anak dekat sekolah tak dapat ditampung di sekolah negeri, maka sistem PPDB gagal dalam mencapai tujuan utamanya. Pemerintah juga dinilai gagal dalam membangun sistem pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas.
“Kedepannya, pemerataan sarana dan sarana pendidikan (penambahan ruang kelas atau sekolah baru) akan berbanding lurus dengan perekrutan guru oleh pemerintah daerah, sehingga fenomena masalah dalam PPDB dapat ditinjau dari kinerja dan political will pemerintah dalam membangun pendidikan yang berkeadilan ke depannya,” pungkas Feriyansyah.
Baca juga: Komisi X DPR: PPDB Seperti Penyakit Kronis, Nadiem Harus Pantau Prosesnya
HT