Masyarakat diminta pilih pemimpin yang pro lingkungan
Nasional Opini

Masyarakat Diminta Pilih Kepala Daerah yang Pro Lingkungan

Channel9.id, Jakarta – Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendorong gerakan “Green Democratic” dalam Pilkada serentak pada Rabu, 27 November 2024. Gelaran demokrasi ini nantinya akan memilih 37 gubernur dan 508 kepala daerah kabupaten/kota.

Masyarakat sipil dalam gerakan “Green Democratic” mengingatkan pentingnya masyarakat untuk memilih pemimpin yang mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab demi mencegah kerusakan lingkungan yang berdampak luas.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil ini yakni Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (ForMaPPI), Lingkar Madani (LiMa), Koalisi Pemilu Bersih (Kopi Bersih), dan Indonesia Budget Center (IBC)

Direktur IWGFF, Willem Pattinasarany, menekankan bahwa “salah urus” sumber daya alam oleh kepala daerah dapat memicu bencana ekologis, sosial, dan ekonomi.

“Pemilih harus memilih pemimpin yang berani menolak proyek yang mengancam kelestarian lingkungan,” ujar Willem, Sabtu (23/11/2024).

Ia mengingatkan tragedi seperti Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah yang memicu kebakaran hutan dahsyat pada 1997, serta banjir besar di Bahorok (2003), NTT (2021), dan Kalimantan Selatan (2021), yang sebagian besar disebabkan oleh pengelolaan lahan yang buruk.

ucius Karus, Manager Riset ForMaPPI, menyerukan pentingnya tata kelola pemilu yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Ia mengingatkan masyarakat untuk ikut memantau penyelenggara pemilu agar bebas dari praktik kotor. Menurutnya, proses pemilu sebelumnya menunjukkan indikasi ketidaknetralan, seperti kandidat yang tidak layak secara administrasi namun tetap lolos seleksi.

Elizabeth Kusrini, Direktur IBC, menambahkan bahwa tingginya biaya politik membuat kandidat terpaksa mengeluarkan dana besar, baik untuk memperoleh dukungan partai maupun membiayai kampanye. Hal ini sering kali berujung pada kebijakan yang boros anggaran dan mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan.

Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif LiMa, mendesak perlunya revisi Undang-Undang Pemilu untuk mencegah politik uang dan praktik transaksional. Ia juga menyarankan agar pemerintah pusat membiayai kampanye kandidat dari kas negara, sehingga para kandidat dapat lebih fokus pada ide-ide pembangunan hijau daripada mencari dana kampanye ilegal.

IWGFF dan koalisi mengajak masyarakat menolak praktik politik uang, terutama “serangan fajar” yang sering dilakukan para kandidat. “Jumlah yang diterima masyarakat tidak sebanding dengan kerugian jangka panjang akibat kerusakan lingkungan dan ekonomi daerah,” tegas Willem.

Dengan gerakan ini, diharapkan Pilkada 2024 tidak hanya menjadi ajang memilih pemimpin, tetapi juga momentum untuk mendorong tata kelola lingkungan yang lebih baik demi masa depan Indonesia yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

89  +    =  93