Oleh: Subkhi Ridho*
Channel9.id-Jakarta. Kementerian Dalam Negeri memiliki “harta karun” data digital kependudukan yang dapat menolong warga terdampak bencana. Pekan kedua di bulan Januari 2021, bangsa ini dihentak dengan serentetan peristiwa duka yang memilukan. Yakni jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 pada 9 Januari 2021, yang mengangkut 62 orang, terdiri dari 6 kru, 46 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi.
Pada hari yang sama, terjadi tanah longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang Jawa Barat, yang mengakibatkan korban jiwa tidak kurang dari 36 orang.
Belum berhenti proses penemuan korban pesawat Sriwijaya Air, bencana lain datang silih berganti dari Kalimantan Selatan, yakni banjir besar yang merendam banyak wilayah kabupaten/kota di wilayah ini pada 12-14 Januari 2021. Disusul dengan gempa besar yang menimpa daerah Mamuju dan Majene di Sulawesi Barat, yakni gempa berkekuatan magnitudo 5,9 dan disusul hingga magnitudo 6,2 pada 14 Januari 2021, yang merenggut korban jiwa 81 orang.
Baca juga: Dukcapil Telah Menerbitkan 53 Akta Kematian Korban SJ 182
Peristiwa duka kembali datang dari Kota Manado, Sulawesi Utara yang dilanda banjir dan tanah longsor pada 16 Januari, yang menyebabkan 500 harus mengungsi, dan lima orang korban jiwa.
Di Januari ini pula vaksinasi cegah Covid-19 pertama kali dilakukan, setelah pemerintah menargetkan 181,5 juta penduduk di Indonesia mendapatkan vaksinasi Covid-19. Vaksinasi ini akan berlangsung terhitung dari Januari 2021 hingga Maret 2022 secara bertahap dalam rentang periode 15 bulan.
Catatan banyaknya peristiwa duka di bulan Januari ini membutuhkan penanganan secara serius dari negara kepada rakyatnya, mengingat timbulnya korban dalam jumlah besar, baik korban jiwa dan non jiwa.
Implikasinya yakni pada penanganan pasca bencana, untuk memastikan kehadiran negara dalam menyelamatkan warganya tanpa terkecuali.
Data mana yang Perlu Diacu
Pembahasan mengenai data mana yang akan digunakan oleh pemerintah saat mengatasi berbagai peristiwa bencana sudah menjadi alasan klasik, yakni tidak ada data yang pasti. Padahal semestinya data itu valid, dan reliabel atau dapat diandalkan.
Akibatnya tidak adanya data yang reliabel berujung kesemrawutan penanganan. Hal ini sudah terjadi sejak pembagian bantuan sosial dari Kementerian Sosial tahun 2020 lalu yang banyak tidak tepat sasaran akibat minimnya data yang valid dan reliabel.
Tantangan bangsa ini selama 75 tahun merdeka yakni minimnya data yang dapat digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk para peneliti dari dalam maupun luar negeri. Seringkali terjadi perbedaan yang signifikan antara satu kementerian dengan kementerian lainnya terhadap masalah data, khususnya data kependudukan, meskipun telah dilakukan sensus penduduk tiap satu dekade.
Baru-baru ini, BPS merilis hasil survei penduduk tahun 2020, dengan jumlah penduduk sebanyak 270,20 juta jiwa hingga bulan September 2020. Sementara rilis dari Kemendagri, jumlah penduduk saat ini yaitu 271,35 juta jiwa hingga Desember 2020.
Adanya perbedaan data tersebut tentu menjadikan rujukan bagi para pemangku kepentingan terhadap data kependudukan berikut demografinya akan mengalami ketidakpastian terhadap data yang diacu. Hal ini tentunya memerlukan langkah tepat untuk mengambil keputusan.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai kementerian yang memiliki regulasi mengenai data kependudukan dan catatan sipil setiap warga Negara melalui adanya kebijakan terpadu dalam hal data kepedudukan masyarakat hendaknya dijadikan rujukan utama.
Terlebih sebagai negara dengan penduduk terbesar nomor empat di dunia, Indonesia sejauh ini telah membenahi sistem data kependudukan dan catatan sipil, yang diambil melalui perekaman KTP elektronik.
Pada saat warga Negara membuat KTP elektronik dilakukan perekaman sidik jari, pengambilan foto, data pendukung: mengenai nama lengkap; jenis kelamin; tempat lahir; tanggal/bulan/tahun lahir; golongan darah; agama/kepercayaan; status perkawinan; pendidikan terakhir; jenis pekerjaan; termasuk nomor KK dan NIK.
Data kependudukan dan catatan sipil (dukcapil) yang dikelola oleh Kemendagri ini merupakan “harta karun” yang tak ternilai harganya. Setiap warga Negara yang telah memiliki Kartu Keluarga berikut KTP Elektronik telah terekam dengan tiap jumlah anggota keluarganya dari Sabang sampai Merauke, hingga didapati jumlah penduduk saat ini sampai Desember 2020 sejumlah 271,35 juta jiwa.
Optimalisasi “Harta Karun” Kemendagri
Berdasarkan data dukcapil sebagai “harta karun” di atas, seyogyanya dapat dioptimalkan oleh kementerian-kementerian maupun lembaga-lembaga Negara lainnya. Hal ini pun sesuai dengan amanat UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pada pasal pasal 58 yang berbunyi:
“Data Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang digunakan untuk semua keperluan adalah Data Kependudukan dari Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri, antara lain untuk pemanfaatan: a. pelayanan publik; b. perencanaan pembangunan; c. alokasi anggaran; d. pembangunan demokrasi; dan e. penegakan hukum dan pencegahan kriminal.”
Artinya data kependudukan sudah sepatutnya digunakan oleh kementerian-kementerian maupun lembaga-lembaga negara sebagai wujud kehadiran negara dalam melindungi dan memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat.
Pada pembangunan demokrasi, “harta karun” kemendagri dapat digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai basis data e-voting atau pemilu elektronik, dan kedepan hal ini bukan sekadar isapan jempol belaka, mengingat sudah memasuki era digital, maka pemilu elektronik menjadi cara untuk penghematan anggaran karena tidak lagi perlu mencetak kertas suara.
Demikian pula dalam pelayanan publik di bidang kesejahteraan sosial yang dikelola oleh Kementerian Sosial, maka harta karun alias data kependudukan dapat digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi warga untuk pemberian bantuan sosial sehingga lebih tepat sasaran.
Basisnya dapat diketahui dari kolom pekerjaan warga negara, di tengah pandemi Covid-19 ini maka banyak jenis pekerjaan yang sangat terdampak dari pegbluk yang dialami seluruh dunia. Temasuk banyaknya bencana alam: banjir, tanah longsor, erupsi gunung berapi, gempa bumi, jatuhnya pesawat, dan lainnya itu juga dapat mengacu pada data kependudukan.
Pada korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air JT 182 misalnya, maka identifikasi korban oleh Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri juga dapat mengacu pada harta karun Kemendagri, yang mana perekaman sidik jari telah dilakukan sebelumnya. Penemuan bagian tubuh korban, terutama jari tangan tinggal dicocokkan dengan data kependudukan dan ini menghemat waktu dan tenaga bagi penelurusan korban.
Sementara itu pada bidang penegakan hukum dan pencegahan kriminal, Mendagri, M. Tito Karnavian sebagai mantan Kapolri menyatakan testimoninya: “Saya sendiri sebagai Mantan Kapolri sudah mengetahui bagaimana manfaat dari data Dukcapil dalam penanganan kejahatan misalnya,” ungkap Mendagri dalam acara Launching Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) di Discovery Hotel, Taman Impian Ancol Jakarta, Senin (25/11/2019) lalu.
Pada masalah vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan RI, dapat menggunakan harta karun Kemendagri, sebagai cara untuk identifikasi siapa warga Negara yang harus mendapat prioritas terlebih dahulu sesuai dengan skema vaksinasi. Sehingga pengakuan Menkes RI, Budi Gunadi Sadikin yang menyatakan: “Saya tuh bingung sampai sekarang, siapa mau divaksin, datanya goyang-goyang terus. Datanya nakes (tenaga kesehatan) ini,” ungkap Budi dalam acara penandatangan SKB Penyelenggaraan Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19, Selasa (12/1/2021) lalu itu tidak terjadi lagi jika penggunaan data kependudukan Kemendagri dapat dioptimalkan.
Inilah era kolaborasi, tidak bisa satu kementerian atau lembaga Negara bekerja sendiri. Masing-masing pihak dapat duduk bersama melakukan koordinasi dan sinkroninasi program demi kepentingan rakyat. Negara harus hadir di tengah-tengah rakyat, terlebih pada saat bencana alam maupun pandemi Covid-19.
Permasalahan data penerima bansos, vaksinasi warga, serta hilangnya data kependudukan pada keluarga akibat bencana alam yang telah ditanggulangi oleh Dirjen Dukcapil Kemendagri membutikan betapa berharganya “harta karun” yang dikelola Kementerian Dalam Negeri.
Era kolaborasi tidak perlu ditunda-tunda, tinggal political will dari masing-masing pemangku kepentingan di negeri ini, lebih penting lagi memastikan kehadiran negara dalam setiap derita yang dialami oleh warganya. Termasuk menggunakan “harta karun” yang sudah ada.
Intelektual Muda Muhammadiyah, Pemerhati Public Security*