Oleh: Rudi Andries*
Channel9.id-Jakarta. Di Minahasa, penyulingan nira pohon aren bukan sekadar tradisi, tetapi peradaban. Dari tetes demi tetes nira yang disuling jadi Tjap Tikus, lahir generasi terdidik, rumah-rumah batu, dan cita-cita kemajuan yang dibiayai dari kerja keras rakyat di bawah rindang seho. Ironisnya, warisan teknologi rakyat ini justru selama puluhan tahun ditempatkan di ruang gelap, dikategorikan “minuman keras ilegal”, bukan sebagai energi terbarukan yang sesungguhnya ia wakili.
Padahal, bila mau sedikit jujur, Tjap Tikus adalah bentuk paling awal dari bioetanol rakyat Indonesia—hasil fermentasi alami dan distilasi sederhana yang melahirkan etanol dengan kemurnian tinggi. Tradisi Minahasa itu sejatinya telah lebih dulu bicara tentang energi hijau berbasis komunitas jauh sebelum istilah green economy menjadi jargon global.
Kini, ketika dunia berlomba menekan emisi karbon, Indonesia justru memiliki modal sosial dan ekologis yang berlimpah. Pohon aren tumbuh liar di hutan rakyat, tidak membutuhkan pupuk, tidak menimbulkan deforestasi, dan menjadi sumber nira berkelanjutan. Jika potensi itu dikelola dengan kebijakan yang cerdas, Indonesia tidak hanya akan menghemat impor bioetanol dari Singapura, tetapi juga menghidupkan ekonomi desa yang selama ini terseok.
Namun jalan menuju kemandirian energi ini masih terjal. Program bioetanol nasional (E5–E10) yang dicanangkan pemerintah sejak 2008 berjalan tanpa arah komando tunggal. Kementerian ESDM, Pertamina, dan BUMN agro seperti DANANTARA, Rajawali, atau Sinergi Gula Nusantara belum bekerja dalam satu tarikan napas. Akibatnya, rantai pasok bioetanol nasional bergantung pada impor, bukan pada potensi domestik.
Kelemahan koordinasi ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan soal cara pandang. Kita masih menempatkan energi rakyat sebagai objek pengawasan, bukan subjek pembangunan. Sementara di banyak negara Amerika Latin, bioetanol rakyat menjadi tumpuan transisi energi berbasis keadilan sosial—bukan monopoli korporasi besar.
Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) menawarkan paradigma baru: transisi energi yang berkeadilan sosial. Rakyat tidak hanya menjadi penonton, tetapi bagian dari rantai pasok. Tradisi seperti Tjap Tikus perlu dilegalkan dan dibina, bukan diberangus. Pemerintah harus berani meluncurkan program nasional “Etanol Desa” melalui kerja sama lintas lembaga: Bappenas, Kementerian ESDM, Kementerian Desa, BUMN Agro, DNIKS, dan HKTI.
Dari situ, Pilot Project “Minahasa Model” bisa menjadi tonggak. Koperasi penyuling tradisional, perguruan tinggi, dan BUMN agro dapat bermitra membangun unit penyulingan kecil berbasis teknologi tepat guna. Etanol kasar dari rakyat disuling ulang menjadi fuel-grade ethanol dan diserap oleh BUMN dengan harga terjamin. Pemerintah juga dapat memberi insentif fiskal serta kredit karbon, mengingat pohon aren adalah penyerap karbon alami yang tumbuh tanpa merusak hutan.
Langkah ini bukan romantisme lokal, melainkan rasionalitas ekonomi baru. Satu pohon aren bisa menghasilkan hingga 15 liter nira per hari; jika dikonversi secara nasional dari jutaan pohon yang tumbuh alami, potensi etanol rakyat bisa menembus ratusan ribu kiloliter per tahun—cukup untuk menopang sebagian besar kebutuhan E5 nasional. Ini bukan utopia, melainkan kesempatan nyata yang menunggu keberanian politik.
Bioetanol rakyat bukan soal teknologi semata, melainkan simbol kedaulatan. Dalam konteks kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian energi dan ekonomi desa, mengintegrasikan potensi Tjap Tikus ke dalam kebijakan nasional adalah langkah strategis dan simbolik: membangun energi dari akar rumput, bukan dari puncak menara.
Sudah saatnya negara berhenti mencurigai rakyat yang menyuling nira sebagai pelanggar hukum. Mereka adalah pionir energi hijau yang tidak pernah diberi tempat. Dari Minahasa, kita belajar bahwa masa depan energi Indonesia mungkin lahir bukan dari kilang raksasa, melainkan dari dapur kecil di kaki gunung, tempat rakyat menyalakan bara harapan di tengah arus globalisasi.
Baca juga: Transisi Energi Harus Berpihak pada Petani
* Wakil Ketua Umum DNIKS





