Oleh: Rudi Andries*
Channel9.id-Jakarta. Indonesia sedang memasuki fase ekonomi yang penuh tantangan. Tekanan global, suku bunga tinggi, pelemahan rupiah, dan defisit fiskal menjadi kombinasi yang harus dikelola secara cermat. Pemerintah tidak sedang bangkrut, tapi ruang manuver fiskal dan moneter semakin sempit. Karena itu, saatnya kita bicara jujur, terbuka, dan bertindak tegas demi masa depan.
Situasi Saat Ini:
- Yield obligasi negara tembus 7,3% — biaya utang makin mahal.
- Rupiah tembus Rp 16.350 per dolar — tekan harga dan daya beli.
- Outflow asing Rp 58 triliun — investor menarik dananya dari Indonesia.
- Utang total (negara, BUMN, swasta, pensiun) tembus Rp 15.000 triliun, atau >75% PDB.
- Bunga utang tembus Rp 500 triliun/tahun — lebih tinggi dari belanja pendidikan dan kesehatan.
Risiko Sistemik:
- Kita tidak bisa hanya melihat utang dari sisi APBN. Utang BUMN, swasta, dan dana pensiun adalah bagian dari ekosistem. Jika satu sektor kolaps, sistem ikut terguncang.
- Risiko fiskal bukan hanya soal angka defisit, tapi juga soal kepercayaan pasar.
Arah Kebijakan yang Diperlukan:
- Disiplin Fiskal dengan Transparansi Total
Semua kewajiban, baik yang eksplisit maupun implisit, harus diungkap. Tidak ada ruang untuk sembunyi angka.
Utang Hanya untuk Investasi Produktif
Utang untuk proyek yang memberi imbal hasil ekonomi: pendidikan, energi, pertanian modern, infrastruktur dasar.
Badan Pengawas Fiskal Independen
Perlu dibentuk lembaga seperti Congressional Budget Office, agar fiskal diawasi secara objektif dan profesional.
Kebijakan Kontra-Siklus
Saat ekonomi melemah, negara boleh defisit. Tapi saat ekonomi tumbuh, harus disiplin, bayar utang, dan simpan surplus.
Bangun Kepercayaan Pasar Domestik
Hentikan ketergantungan pada asing. Perluas basis investor dalam negeri dengan bunga wajar dan tenor panjang.
Kesimpulan dari penulis, negara yang kuat bukan negara tanpa utang. Tapi negara yang tahu untuk apa ia berutang, kepada siapa, dan bagaimana membayarnya tanpa mengorbankan masa depan.
Kita tidak sedang krisis hari ini, tapi kita bisa krisis besok jika hari ini kita pura-pura aman. Mari kelola utang dengan akal dan nurani, demi generasi yang akan datang.
Baca juga: Mendorong Pembangunan Indonesia yang Lebih Hijau, Sehat, dan Berkelanjutan
*Wakil Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia Untuk Kesejahteraan Indonesia (DNIKS)