Oleh: Arcandra Tahar*
Channel9.id-Jakarta. Pada tulisan sebekumnya (part 2), kita sudah membahas Merger dan Akuisisi (M&A) aset minyak dan gas (migas) dengan perumpamaan mengunakan kebun durian sebagai contoh. Dalam tulisan tersebut metoda Net Present Value dengan discount rate 10% (NPV10) diterapkan sehingga didapat tiga jenis harga; murah, wajar dan premium.
Pada tulisan ini, kita akan membahas nilai aset kebun durian tersebut berdasarkan nilai pohon per batang. Karena pohon duriannya sudah berumur 5 tahun dan sudah siap berbuah selama 10 tahun kedepan, maka penjual menawarkan harga Rp 25 juta per batang atau Rp 25 milyar untuk seribu batang, diluar harga tanah. Penilaian aset seperti ini kurang lebih sama dengan harga cadangan migas per barel.
Selanjutnya kita akan mengambil tiga contoh M&A pada tahun 2024. Pertama Tenaz Energy mengakuisisi lapangan migas milik ExxonMobil dan Shell di North Sea dengan harga sekitar USD 260 juta. Cadangan minyak dan gas lapangan ini (2P) sekitar 45 juta boe dengan NPV10 sebesar USD 440 juta.
Kalau menggunakan metoda rasio antara harga beli terhadap NPV10 maka didapat angka 59%. Artinya Tenaz Energy tidak membeli dengan harga NPV10 tapi mendapat discount sekitar 41%. Dengan discount sebanyak ini kita dapat mengatakan Tenaz Energy membeli dengan harga murah.
Kalau mengunakan metoda rasio antara harga beli terhadap cadangan yang tersisa maka didapat angka USD 5.8 per boe. Apakah harga ini murah, wajar atau premium, mari kita bandingkan dengan contoh akuisisi yang lain.
Contoh kedua adalah Devon Energy mengakuisisi lapangan migas milik Grayson Mill Energy di Amerika Serikat dengan harga sekitar USD 5 billion. Cadangan minyak dan gas lapangan ini (2P) sekitar 520 juta boe dengan NPV10 sekitar USD 4.2 billion.
Dengan menggunakan metoda rasio antara harga beli terhadap NPV10 maka didapat angka 118%. Artinya Devon Energy membeli dengan harga 18% lebih mahal dari NPV10. Dengan premium sebanyak ini kita dapat mengatakan Devon Energy membeli dengan harga yang cukup mahal.
Kalau mengunakan metoda rasio antara harga beli terhadap cadangan yang tersisa maka didapat angka USD 9.6 per boe. Dibandingkan dengan akuisisi oleh Tenaz Energy pada contoh pertama yang membeli dengan harga USD 5.8 per boe, maka akuisisi yang dilakukan oleh Devon bisa dikatakan cukup mahal.
Contoh ketiga adalah SM Energy mengakuisisi lapangan migas milik XCL Resources di Amerika Serikat dengan harga sekitar USD 2.55 billion. Cadangan minyak dan gas lapangan ini (2P) sekitar 310 juta boe dengan NPV10 sekitar USD 2.55 billion.
Dengan menggunakan metoda rasio antara harga beli terhadap NPV10 maka didapat angka 100%. Artinya SM Energy membeli dengan harga yang sama dengan NPV10. Atau dengan kata lain SM Energy membeli dengan harga yang wajar.
Kalau mengunakan metoda rasio antara harga beli terhadap cadangan yang tersisa maka didapat angka USD 8.2 per boe. Dibandingkan dengan akuisisi oleh Tenaz Energy dan Devon Energy pada contoh pertama dan kedua, maka akuisisi yang dilakukan oleh SM Energy berada di tengah. Atau bisa dikatakan tidak mahal dan juga tidak murah.
Dari ketiga contoh diatas dan dengan menganalisa banyak transaksi M&A didunia, ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil. Pertama, kalau ada yang menawarkan lapangan migas, screening awal yang bisa dilakukan adalah dengan menghitung harga jual terhadap NPV10 dan harga cadangan 2P per boe.
Kedua, karena NPV10 dan cadangan 2P memegang peranan penting dalam menentukan valuasi suatu aset atau perusahaan migas, maka sebaiknya membentuk tim yang punya pengalaman disekitar wilayah kerja yang menjadi target akuisisi. Kalau timnya punya pengalaman bukan disekitar wilayah tersebut, maka sering sekali hasil analisanya kurang akurat.
Bagaimana kalau kita hanya mengandalkan investmen bank dalam proses M&A? Tentu tidak ada yang melarang. Kalau boleh berpendapat, proses M&A sebaiknya melewati tiga tahap dalam menilai sebuah aset.
Pertama aset tersebut secara teknikal harus feasible, kedua secara commercial harus viable dan ketiga secara politik harus acceptable. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Mencermati Program Transisi Energi di Dunia yang Melambat
*Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo