Oleh : Yanuar Iwan
“Dalam usaha untuk mengerti persoalan-persoalan yang kita hadapi sekarang ini sebagai negara, faktor-faktor sejarah harus diperhitungkan. Bahwa para pemimpin politik dan ahli negara tidak dapat memecahkan persoalan-persoalan itu dari sudut penglihatan dan perasaan lingkungan sendiri.
Bahwa sejarah merupakan suatu alat yang penting dalam usaha manusia dan bangsa untuk menyadari diri, untuk mengerti tempatnya di dalam keadaan hari sekarang, dan untuk menghadapi hari depannya dalam kebebasan dan tanggung jawab.”
Pernyataan dari Soedjatmoko dalam essainya Merintis Hari Depan sudah menggambarkan bagaimana pentingnya kedudukan sejarah di dalam menghadapi persoalan-persoalan kenegaraan dan setiap pemimpin tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut hanya dari sudut pandang dan latarbelakang kompetensinya sendiri, sejarah memperkuat jati diri bangsa, membentuk identitas kebangsaan dan memperkuat karakter nasionalisme kebangsaan secara universal dengan dasar kemanusiaan.
Dalam beberapa pekan ini publik di kejutkan dengan adanya draft penyederhanaan kurikulum yang beredar luas dimana mata pelajaran sejarah di SMK di hapus sementara di SMA kelas X di gabung dengan mata pelajaran IPS. Kelas XI dan XII menjadi pelajaran pilihan. Menyederhanakan kurikulum agar lebih adaptif dan responsif sah-sah saja tetapi menyederhanakan kurikulum dengan mereduksi sejarah berarti mengundang permasalahan dan berpotensi menjadi skandal.
Sekedar perbandingan di Amerika Serikat mata pelajaran sejarah di sekolah menengah menjadi pelajaran wajib.
Di Malaysia sejak tahun 1992 mata pelajaran sejarah menjadi mata pelajaran wajib bagi sekolah menengah mulai dari tingkat I sampai tingkat V, kurikulum sejarah di tingkat Sekolah Menengah Rendah ( SMR ) mempunyai kesinambungan dengan kurikulum sejarah di tingkat Sekolah Menengah Tinggi (SMA). Dengan kata lain materi mata pelajaran sejarah di ajarkan secara garis lurus tidak terjadi pengulangan materi (time line). Pada tahun 2003 mata pelajaran sejarah menjadi persyaratan masuk ke perguruan tinggi. Pendidikan sejarah di Malaysia dianggap mempunyai kedudukan yang penting dalam membangun identitas suatu bangsa dan menanamkan rasa nasionalisme dan patriotisme ( Nur’aeni Marta, Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 4 No 1 Januari 2015 Pendidikan Sejarah PPS UNJ )
Proses reduksi dan marginalisasi mata pelajaran sejarah sebenarnya sudah berlangsung lama di SMA dan SMK belum pernah ada olimpiade sejarah, lomba penulisan artikel sejarah, olimpiade guru sejarah, di SMK mata pelajaran sejarah terkesan hanya menjadi formalitas saja.
Pertanyaan yang selalu membuat gelisah adalah yang pertama mengapa penyederhanaan kurikulum sampai mereduksi sejarah, di SMK di hapuskan, di SMA kelas X di gabung dengan IPS sedangkan di kelas XI dan XII menjadi pelajaran pilihan. Yang kedua belakangan beredar di media sosial percakapan beberapa orang yang mengedit draft penyederhanaan kurikulum dari Sampoerna University. Mantan Ketua Tim Pengembang Kurikulum K13 Said Hamid Hasan menyatakan dirinya mendapat informasi, penyederhanaan kurikulum itu di inisiasi oleh Sampoerna Foundation. “Pagi ini saya dapat informasi pemikirnya itu dari Sampoerna Foundation”, ujar dia kepada wartawan, Senin ( 21/ 09) di lansir Jawa Pos.com
Yang ketiga jika berita dan pernyataan tersebut benar mengapa Mas Nadiem tidak melibatkan para guru besar kurikulum semisal di UPI, UNJ atau Universitas lainnya hal ini seperti bertentangan dengan ucapan Mas Nadiem sendiri bahwa akan mendengarkan dan melibatkan pihak-pihak yang kompeten dan terkait mengenai permasalahan dan perumusan kebijakan di bidang pendidikan, mengapa tidak belajar dari Program Organisasi Penggerak Pendidikan yang menuai banyak kritik. Draft penyederhanaan kurikulum terbuka untuk di perbaiki dan tentunya tidak mereduksi pelajaran sejarah.
Proses dan tahapan perumusan kurikulum yang di sederhanakan seharusnya di lakukan dengan terbuka karena hal itu termasuk kebijakan publik, kebijakan pendidikan yang menentukan keadaan di masa depan, seluruh pihak, individu, kelompok, organisasi bisa melihat dan mengawasi, memberikan saran dan kritiknya bagi perbaikan penyederhanaan kurikulum. Sebaliknya apabila di lakukan secara tertutup dan hasilnya ternyata memiliki kelemahan masyarakat bisa menganggap bahwa hal ini adalah suatu skandal besar apalagi sampai mereduksi mata pelajaran sejarah.
Untuk mencegah permasalahan penyederhanaan kurikulum ini menjadi bola salju yang semakin besar sebaiknya Mas Nadiem segera melakukan klarifikasi bukan hanya sekedar menyatakan pelajaran sejarah tidak akan di hapus tetapi tegaskan bahwa mata pelajaran sejarah di SMA/SMK bersifat wajib di semua tingkatan kelas dan jurusan. Jangan menilai sejarah secara pragmatis karena sejarah berbeda dengan pendekatan bisnis.
(Penulis Guru IPS SMPN 1 Cipanas)