Opini

Narko-Terorisme di Indonesia

Oleh Edy Budiyarso*

Channel9.id-Jakarta. Ada satu ungkapan yang menarik dan patut dicermati dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo saat Kuliah Kebangsaan di kampus UNISA Yogyakarta pada Jumat (29/9/2023).

Kapolri menyebut, betapa kejahatan terorisme kini lebih berbahaya, karena para teroris telah bergabung dengan  jaringan narkotika.

Lebih lengkapnya, berikut kutipan mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, “Yang lebih berbahaya sekarang kelompok teroris bergabung dengan jaringan narkoba. Dikenal di dunia dengan nama narko terorisme. Jadi ini yang terjadi, dan ini yang sedang kita hadapi di Indonesia,” kata Listyo Sigit seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Istilah Narko-Terorisme mendunia setelah aksi pengeboman pesawat Avianca 203, Maskapai Kolumbia pada 27 November 1989. Pengeboman yang menewaskan 107 penumpang dan awak pesawat serta tiga korban di darat yang kejatuhan puing pesawat setelah meledak di udara.

Penyelidikan menyimpulkan pesawat naas itu dibom oleh anggota Kartel Medelin pimpinan Pablo Escobar. Tujuan aksi bengis Pablo untuk membunuh Menteri Dalam Negeri Cesar Gaviria Trujillo, politisi pendukung ekstradisi bagi para gembong narkoba Kolumbia  ke Amerika yang hendak naik pesawat dengan kode penerbangan HK-1803 itu.

Sebelummya Pablo telah meledakkan kantor redaksi koran El Espectador yang getol memberitakan aksi Pablo Escobar,  membunuh wartawan, polisi, jaksa, dan hakim. Bahkan anak buah Pablo yang dibantu Gerilyawan Komunis Kolumbia pernah menyerbu gedung Parlemen Kolumbia. Serbuan itu dipicu kemarahan Pablo atas lolosnya UU Ekstradisi ke Amerika bagi gembong narkoba.

Gaviria yang juga calon Presiden pada Pemilihan Januari 1990 lolos dari maut. Beredar kabar dia selamat setelah beberapa menit sebelum pesawat lepas landas, Gaviria yang sudah berada di Bandara El Dorado, Bogota membatalkan keberangkatan untuk kampanye  di negara bagian Cali, Kolumbia.

Disebut, pembatalan itu atas laporan intelejen agen anti narkotika Amerika DEA, yang mendapatkan informasi akan ada sasaran peledakan pesawat. Akhirnya, Gaviria menang dalam Pemilu 1990 dan menjadi Presiden Kolumbia.

Presiden George Bush atau Bush Senior sangat murka atas pengeboman itu. Apalagi ada dua warga negara AS ikut tewas dalam ledakan itu. Dari sinilah mulanya Negeri Paman Sam  menyebut Pablo Escobar sebagai teroris dan munculah istilah Narko-Terorisme.

Amerika kemudian menggelontorkan jutaan dollar membantu Presiden Cesar Gaviria Trujillo membantu Kolumbia melawan Pablo Escobar. Sampai gembong narkoba ini tewas di tangan polisi Kolumbia dalam satu aksi pengrebekan di salah satu save house di kampung halaman Pablo di Medelin, tepat sehari setelah gembong narkoba ini berulang tahun yang ke-44 tahun.

Dalam perkembangannya, narko-terorisme identik dengan aksi kelompok teror dari wilayah Afganistan. Kelompok-kelompok bersenjata di sana mengandalkan perdagangan gelap opium yang tanamannya tumbuh subur di kawasan  Asia Tengah untuk mendanai persenjataan dan operasi kelompok  mereka.

Sedangkan kelompok sejenis narko terorisme yang paling dekat Indonesia adalah kawasan segitiga emas Indocina.  Kawasan yang meliputi Burma Utara, Laos, dan Thailand Utara juga penghasil emas hitam atau opium bahan dasar berbagai jenis narkoba yang dijaga gang-gang bersenjata. Kelompok yang beroperasi di pedalaman Indocina ini  juga didanai dengan perdagangan gelap narkotika.

Baca juga: Jejak Kriminal Gembong Narkoba Fredy Pratama Hingga jadi Buruan Empat Negara

Dengan semakin dekat lalu lintas manusia dan barang, termasuk jalur gelap perdagangan narkoba di Asia Tenggara. Maka, sinyalemen Kapolri ini harus menjadi perhatian serius karena ternyata, Narko-Terorisme sudah ada di Indonesia. Aparat penegak hukum harus mencegah aksi-aksi mereka.

*Pemimpin Redaksi Channel9.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  39  =  45