Channel9.id-Jakarta. Pada awal Oktober, Partai Nasdem secara resmi mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres). Menurut Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo, Partai Nasdem terlalu cepat mendeklarasikan capres secara resmi. Pasalnya, rencana pendeklarasian capres secara resmi ialah bulan November.
“Tapi Nasdem mencapreskan (resmi) bulan Oktober, bahkan sebelum jabatan Anies habis,” ujar Ari, di acara diskusi bertajuk “PDIP vs Nasdem: Ojo Dibandingke?” di Jalan Wijaya Timur, Jakarta Selatan, Kamis (27/10).
“Apakah pencapresan Partai Nasdem mengganggu? Paling tidak, sedikit banyak mengganggu karena sudah mulai ada referensi politik yang berbeda. dan jadi langsung berpikir ke Pemilu 2024,” katanya. Ia mengingatkan bahwa hal ini berpotensi memecah dan mengganggu fokus Indonesia, yang saat ini harus menghadapi pandemi krisis ekonomi, hingga persiapan G20.
Baca juga: Anies Baswedan Resmi Diusung NasDem di Pilpres 2024
Perihal soliditas kabinet, yang juga diisi oleh politisi Partai Nasdem, pun jadi bahasan. Untuk diketahui, saat ini ada tiga menteri asal Partai Nasdem di Kabinet Indonesia Maju 2022 yaitu Menteri Pertanian, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ari bahkan mengamini bahwa reshuffle pasti terjadi. Menurutnya, menteri yang kemungkinan akan digeser ialah Menteri Pertanian.
Senada dengan Ari, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti menambahkan bahwa reshuffle akan terjadi paling lambat Februari 2013. “Saya menduga akan ada dua menteri dari Nasdem yang akan diganti yaitu Menteri Kominfo dan Menteri Pertanian,” sambungnya.
Ia menambahkan bahwa akan lebih baik jika Nasdem mengundurkan diri dari kabinet daripada menunggu waktu reshuffle. “Kalau memang ingin ‘keluar’ dari pemerintahan Pak Jokowi,” imbuhnya.
Lebih jauh, Ray mengatakan bahwa hubungan Partai Nasdem dan Jokowi akan retak. “Ini persoalan waktu saja, bisa retak sekarang atau nanti. Paling lama, retaknya itu akan terlihat di Februari 2023 menyusul reshuffle.”
Di kesempatan yang sama, peneliti dari Exposit Strategic Arif Susanto berpendapat bahwa pencapresan Anies oleh Nasdem bisa memperkuat politik kebencian atau polarisasi politik. Belum lagi, Anies Baswedan sempat terlibat di Pilkada 2017 yang sarat akan polarisasi politik—misalnya, dengan membawa agama.
Namun demikian, ia memastikan polarisasi politik memang pasti akan terjadi kapan pun. Dalam menghadapi hal ini, yang terpenting adalah “bagaimana cara mengelola polarisasi,” lanjutnya. “Jika basis polarisasi digeser ke persoalan program, maka polarisasi akan lebih sehat.”
Menyoal polarisasi politik sendiri, Arif memaparkan bahwa ada empat hal yang memungkinkan hal itu terjadi. Pertama, apabila selisih persentase elektabilitas antarcaper-cawapres tipis. Kedua, jika tak ada perbedaan program.
Ketiga, saat ada sentimen primordial. “Terakhir, saat krisis apa pun, termasuk krisis ekonomi, politik, dan sebagainya,” imbuh dia.