Negara ASEAN Harus Bersikap Tegas Terhadap Cina
Opini

Negara ASEAN Harus Bersikap Tegas Terhadap Cina

Oleh: Dr. Rizal Ramli*

Channel9.id-Jakarta. Atmosfir  Laut Cina Selatan di tahun 2021 ini kian hangat diperbincangkan di masa ini. Laut Cina Selatan sendiri sudah menjadi perairan yang diperebutkan oleh negara-negara di sekitarnya. Konflik ini tentu saja akan melibatkan Cina sebagai agressor di laut yang mereka klaim sebagai daerah kedaulatan mereka.

Ditulis oleh Dr. Rizal Ramli di New Strait Times, ia mengatakan kalau akhir-akhir ini isu-isu Laut Cina Selatan semakin sering mencuat dan juga semakin menarik dari sebelum-sebelumnya. Ia mengatakan untuk tahun 2021 sendiri, berita tentang Laut Cina Selatan sempat geger ketika Cina tiba-tiba menggandeng 200 kapal laut masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif Filipina. Walaupun sudah diminta pergi, Cina bersikukuh untuk melemparkan jangkar dengan alasan “berlindung dari lautan ganas”.

Hal ini membuat Menteri Luar Negeri Filipina “curhat” di twitter dengan kata-kata yang cukup vulgar. Cina yang tersinggung dengan “curhatan” tersebut diingatkan oleh Kemenlu AS kalau Cina berani melakukan serangan Filipina, AS sudah siap siaga membantu Filipina.

Adanya kehadiran Cina yang terus menjadi agresor di Laut Cina Selatan membuat pemimpin-pemimpin negara Asia menaruh harapannya kepada ASEAN.

“Para pemimpin Asia telah menaruh harapannya kepada ASEAN agar berhasil menyelesaikan negosiasinya dengan Cina di Code of Conduct (COC) untuk wilayah Laut Cina Selatan,” kutip tulisan Dr. Rizal.

Namun masih ada rasa kekhawatiran walaupun perjanjian itu berhasil dicapai, karena masih belum jelas bagaimana menangani pertentangan mengenai COC tersebut ataupun adanya jaminan kalau perjanjian itu akan mengikat secara hukum.  Ketika kita melihat ke belakang, tidak salah kalau kita berpikir upaya diplomatik untuk menyelesaikan masalah di Laut Cina Selatan sebagai upaya yang nihil hasil. Melihat hal tersebut, muncul pertanyaan “apakah Cina benar-benar ingin mencapai sebuah kesepakatan dengan ASEAN? Apakah Cina benar-benar mau melepaskan klaimnya?”

Alasan ini diperkuat dengan melihat tindakan Cina yang tetap mengganggu kedamaian Laut Cina Selatan. Cina merasa punya hak historis di Laut Cina Selatan namun klaim tersebut sudah ditolak oleh komunitas internasional pada tahun 2016. Namun, walaupun bisa dibilang alasan utama Cina atas Laut Cina Selatan adalah karena hak historis, Dr. Rizal mengajak kita untuk melihat kasus yang ada di Indonesia, tepatnya Natuna.

Cina sudah berulang kali, secara sengaja dan ilegal, masuk dan juga mencampuri urusan wilayah perairan Indonesia. Perlu diingat, mereka tidak ada hak historis di perairan Indonesia. Seperti misalnya ketika Dr. Rizal sedang berkoordinasi dengan Presiden Joko widodo mengenai persoalan maritim pada periode awal beliau menjadi presiden. Cina melayangkan protesnya karena Dr. Rizal yang ingin mengubah nama perairan di sekitar Pulau Natuna menjadi Laut Utara Natuna.

Cina tidak mempunyai hak untuk melayangkan protes tersebut. Saat negara-negara lain mengkritik mereka tentang isu Uighur, mereka tersinggung dan mengatakan agar jangan mencampuri urusan dalam negeri mereka. Namun, secara ironis mereka malah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia, bahkan sampai melanggar hukum.

Seperti saat Penjaga Pantai Cina dan kapal perangnya masuk secara ilegal ke Laut Utara Natuna pada tahun 2016, 2019, dan di bulan September 2020 dengan alasan yang tidak masuk akal.

Pada bulan Januari, kapal survei Cina juga terlihat di perairan Indonesia, tepatnya di Selat Sunda. Bahkan dalam beberapa kasus ada drone air Cina yang juga tertangkap masuk ke Selat Malaka dan di dekat Selat Sunda dan Lombok.

Ini menunjukkan adanya maksud lebih besar dari apa yang sudah Cina lakukan selama ini. Selat-selat ini merupakan rute strategis perdagangan laut dunia, termasuk perdagangan minyak bumi yang datang dari Timur Tengah ke Asia Timur.

Tentu saja Indonesia protes, tapi tidak segahar seperti yang seharusnya kita lakukan. Seringkali kita protes dengan cara yang lembut karena takut kehilangan hubungan baiknya dengan Cina.

Bertingkah lembut dengan Cina dan berharap ke jalur diplomasi tidak akan membawa ASEAN kemana-mana. Kita harus lebih berani lagi untuk mengkritik tindakan Cina yang semena-mena, harus lebih berani lagi walaupun Cina nantinya akan menjatuhkan sanksi. Cina sudah membuktikan kalau janjinya tidak bisa dipegang, dengan itu kita sudah tidak punya alasan lagi untuk terus bersikap lembut, sikap tegas harus diambil. Seluruh negara ASEAN harus mencontoh Filipina yang mau bertindak tegas dan menyuruh Cina untuk keluar dari Zona Ekonomi Eksklusif.

*Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia

 



	

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  48  =  58