Nasional

Omnibus Law di Sektor Pelayaran Dikritik, INSA: Tunggu Hasil Pembahasan di DPR

Channel9.id-Jakarta. Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja sektor pelayaran menuai kritik. Lantaran draf itu menghapus pasal 158 ayat (2) butir c.

Pasal itu menyebutkan kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan, mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

Dengan penghapusan pasal itu, membuat kapal milik perusahaan hasil joint venture dengan kepemilikan mayoritas asing bisa didaftarkan di Indonesia.

Hal itu dinilai bisa merugikan banyak perusahaan angkutan laut nasional karena tidak mampu bersaing dengan kapal milik perusahaan luar negeri.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, meminta publik bersabar melihat hasil pembahasan Omnibus Law di DPR.

“Kini kita perlu bersabar menunggu bagaimana proses omnibus law ini di DPR,” ujar Carmelita dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, (4/3).

Dengan penghapusan pasal itu, ia sendiri mengharapkan Omnibus Law Cipta Kerja mampu menggenjot iklim bisnis dan daya saing pelayaran nasional.

Carmelita pula menilai respons publik terhadap Omnibus Law sektor pelayaran sebagai bentuk perhatian publik terhadap pelayaran nasional. Namun, ia mengingatkan seebaiknya hal itu diutarakan setelah proses Omnibus Law Cipta Kerja selesai dibahas.

“Karena saat ini kan masih berproses. Baiknya kita menanti saja dulu proses dan produk regulasi ini nantinya seperti apa,” ungkapnya.

Terkait sektor pelayaran, pemerintah mengubah pasal 158 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Pada pasal 158 ayat (2) butir a itu dijelaskan perubahannya terkait kapal yang dapat didaftarkan dengan ukuran tonase kotor tertentu.

“Ini berubah dari sebelumnya di mana kapal yang dapat didaftarkan dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh gross tonnage),” jelas Carmelita.

Sedangkan pada pasal 158 ayat (2) butir b dan c tetap sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

“Artinya, perubahan pada pasal 158 tidak seperti informasi yang beredar selama ini,” pungkas dia.

(Hendrik Yaputra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  1  =  9