Oleh: Azmi Syahputra*
Channel9.id-Jakarta. Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat ditetapkan sebagai tersangka jual beli jabatan, setelah sebelumnya tertangkap operasi tangkap tangan atau OTT gabungan pada Senin(10/5), yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri.
Tertangkapnya Bupati Nganjuk ini, walaupun diketahui punya rekam jejak yang baik begitu, berada dalam lingkar kekuasaan politik, sikap idealisme seseorang pun bisa jadi hilang lantaran mengikuti pola praktik kekuasaan yang selama ini terjadi. Dari OTT ini terlihat, perkembangan tipologi klasik bahwa menu cepat dan segar bagi pejabat untuk dapat uang adalah melalui kemasan suap salah satunya yaitu dengan cara jual beli jabatan di “pasar jual beli jabatan”.
Dari OTT ini menunjukkan bukti nyata, masalah sentral utama terdapat dalam kebijakan legislasi yang mengakibatkan perilaku pimpinan daerah untuk jual-beli jabatan. Diketahui, melalui pasal 53 UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara( ASN) yang memberikan kebijakan factual berupa kewenangan kepada pejabat politik untuk penetapan, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian ASN. Disinilah letak muara pintu penyalahgunaan kekuasaan dan berpotensi melakukan kejahatan dalam jabatan. Oleh Bupati dijadikan celah dan ruang untuk menyalahgunakan wewenangnya kesempatan atau sarana yang melekat padanya atas jabatan atau kedudukannya untuk keuntungan pribadi dan disinilah peristiwa dan jerat tindak pidana korupsi berlaku bagi pejabat tersebut.
Masalah lainnya, karena jabatan yang dipegang oleh kepala daerah sebagai pejabat politik juga melekat fungsi ex officio sebagai pejabat pembina kepegawaian itulah yang diduga sebagai sarana menyalahgunakan kewenangan. Dan juga sekaligus jadi dorongan pemicu peluang sekaligus masalah yang bisa timbul dari dalam dirinya atau dorongan oleh organ sekitar jabatannya tersebut.
Maka, sepanjang regulasi ini tidak dievaluasi atau diganti maka stimulan pejabat untuk menyalahgunakan kekuasaan sangat terbuka dan sebagai cara mudah bagi pejabat untuk dapat uang dan janji rayuan jebakan dari orang atau organ kekuasaan sekitar pada bupati atau gubernur. Termasuk kementrian lembaga dengan segala cara modusnya dan pada akhirnya para pejabat politik ini akan tertangkap OTT oleh penegak hukum terutama dari KPK.
*Ketua Asosiasi ilmuan Praktisi Hukum Indoneisa (alpha) & Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti