Nasional

P2G Desak Pemerintah Percepat Vaksinasi Anak dan Guru

Channel9.id – Jakarta. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Pemerintah dan Pemda mempercepat vaksinasi anak dan guru. P2G berharap, pemerintah memprioritaskan vaksinasi anak usia 12-17 tahun yang berada di luar Jawa-Bali.

“Sebab, jika sekolah memenuhi syarat baik dari aspek Daftar Periksa, pemetaan kondisi Covid-19 di daerahnya, maupun izin orang tua, maka siswa di luar Jawa-Bali dapat saja memulai PTM Terbatas. Jangan sampai mereka belum divaksinasi, tetapi Pemda sudah menetapkan PTM Terbatas, tentu ini sangat berisiko,” kata Kepala Bidang Advokasi P2G. Iman Z. Haeri, Sabtu 3 Juli 2021.

P2G juga meminta harus ada pendataan jelas dan valid terhadap anak usia 12-17 tahun, yang umumnya di jenjang SMP/Mts dan SMA/SMK/MA. Setidaknya ada sekitar 10,13 juta siswa SMP; 4,78 juta siswa SMA; dan 4,9 juta siswa SMK. Angka ini belum termasuk siswa MTs dan MA di bawah Kemenag dan anak-anak yang ikut Paket A, B, dan C (Pendidikan Kesetaraan/Non Formal). Angka ini lebih besar ketimbang vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan yang berjumlah 5,6 juta orang.

Iman melanjutkan, P2G meminta agar sekolah-sekolah proaktif berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan untuk penjadwalan vaksinasi siswa.

“Sekolah dapat juga berinisiatif membangun kerja sama dengan organisasi Ikatan Alumni bahkan dengan perusahaan/pihak swasta, menyelenggarakan vaksinasi gratis bagi anak secara mandiri. Inisiatif vaksinasi mandiri oleh sekolah dapat menjadi solusi sederhana. Tentu tetap dalam pengawasan Pemda,” terang Iman.

P2G mendorong Kemendikbud, Dinas Pendidikan, termasuk juga sekolah, agar gencar melakukan sosialisasi kepada masing-masing orang tua. Wajib menggandeng organisasi Komite Sekolah atau Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG).

“Sosialisasi berisi informasi tentang: Bagaimana prosedur/teknis vaksinasi siswa, syaratnya, bagaimana cara pendaftarannya, dimana tempat vaksinasi, dan lainnya. Informasi tersebut harus disampaikan kepada sekolah dan orang tua secara utuh oleh pemerintah daerah. Kalau bisa, dibuat hotline-nya,” minta Iman yang merupakan Guru Sejarah.

Sosialisai bagi orang tua siswa sangat dibutuhkan, agar mengizinkan anaknya divaksinasi. P2G menemukan fakta di lapangan, cukup banyak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya divaksinasi. Agaknya faktor informasi yang belum diterima secara utuh dan komprehensif, penyebab orang tua masih khawatir anaknya divaksinasi.

P2G mengimbau kepada orang tua siswa agar tidak mengisi waktu libur semester dengan perjalanan ke luar kota. Mengingat kasus sebaran Covid-19 yang makin menggila dan banyak menyasar usia anak. Orang tua hendaknya mengisi liburan dengan kegiatan edukatif di rumah, seperti: memasak bersama anak, membuat jadwal piket harian di rumah, membuat kerajinan tangan, kuliner, bahkan aktivitas produktif lainnya yang mengasah keterampilan kewirausahaan. Apalagi anak-anak sekarang sangat memahami konten digital, media sosial. Alhasil, anak dapat penghasilan dari aktivitas penjualan produk dari rumah secara online. Intinya, isi liburan dengan kegiatan edukatif dan pembangunan karakter.

P2G mendesak Kemendikbud, Kemenag, Dinas Pendidikan, LPTK, dan organisasi guru memberikan pelatihan metode Blended Learning (Pembelajaran Campuran) untuk para guru. Karena daerah tertentu yang memang sudah memenuhi syarat melaksanakan PTM Terbatas mulai 12 Juli 2021, akan melaksanakan proses pembelajaran secara campuran. Sebanyak 25% siswa belajar tatap muka di sekolah, 75% siswa lainnya belajar tatap maya (online) dari rumah. Dan guru mengajar mereka dalam waktu bersamaan. Metode yang relatif baru, tidak mudah dipraktikkan, karena belum pernah digunakan selama ini.

Tentu dibutuhkan keterampilan (skill) memadai bagi guru, mengelola pembelajaran hibrida, yang pastinya bergantung kepada skill, perangkat, teknologi digital, akses internet, dan kuota. Agar pembelajaran berlangsung efektif, aman, sehat, dan tetap bermakna, walaupun siswa hanya 25% yang masuk sekolah.

“Pemerintah juga hendaknya mengoptimalkan jalan keluar, bagi siswa yang daerah dan sekolahnya tak punya perangkat, akses internet, dan teknologi digital. Pembelajaran menggunakan “modul” dapat menjadi salah satu solusi, agar siswa tetap mendapatkan hak dasar pendidikannya,” pungkas Iman.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  69  =  78