Nasional

P3SI: Perlu Perspektif Baru Mata Pelajaran Sejarah

Channel9.id – Jakarta..Ketua Umum Perkumpulan Prodi Pendidikan Sejarah Seluruh Indonesia (P3SI) Abdul Syukur menyampaikan, perlu perspektif baru dalam mengajarkan mata pelajaran sejarah.

Abdul Syukur menilai, perspektif lama yang selama ini digunakan tidak lagi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan generasi milenial. Terlebih, dalam bidang sejarah banyak ditemukan hasil-hasil penelitian baru.

“Ini penting karena yang menganggap penting mata pelajaran sejarah hanya orang-orang sejarah. Masyarakat umum tidak berpikir demikian,” kata Dosen Pendidikan sejarah UNJ itu dalam Diskusi Pendidikan yang diadakan FDP IKA UNJ, Rabu (30/9).

Abdul Syukur menjelaskan, perspektif sejarah yang digunakan selama ini adalah Indonesiasentris. Perspektif Indonesiasentris ini diterapkan sejak kurikulum 1975 hingga 2013. Menurut Abdul Syukur, perspektif itu harus diperkuat dengan menerapkan perspektif Indonesiasentris-Humanitis untuk mata pelajaran sejarah.

Selain itu, Abdul Syukur menyarankan sejarah menerapkan materi Tematis-Kronologis. Menurut Abdul, materi Kronologis yang diterapkan selama ini hanya menimbulkan pengulangan mata pelajaran sejarah di kelas X, XI, dan XII SMA saja. Hal ini terjadi karena kesulitan guru untuk membedakan pemberian materi ajar antara kelompok sejarah wajib dan peminatan.

“Konten pelajaran sejarah selama ini kan kronologis, mulai dari praaksara hingga masa kemerdekaan. Ini kan juga diajarkan baik di kolompok wajib dan peminatan. Tapi yang terjadi guru memberikan materi ajar hampir sama, terjadi pengulangan. Jadi tidak ada pembeda antara sejarah wajib dan peminatan,” kata Abdul Syukur.

Menurut Abdul Syukur, pengulangan itu terjadi karena kurikulum mapel sejarah menerapkan teori spiral dalam penerapannya. Teori ini membuat pembedaan kelompok tersebut hanya dari sisi pendalamannya saja.

“Secara global, sejarah wajib itu secara ke-Indonesiaan, Peminatan itu pendalalaman ilmu sejarah. Secara teoritis pembeda itu menggunakan teori spiral, pendalaman dan perluasan materi. Kalau untuk Matematika itu bisa. Tapi di sejarah sebagai ilmu sosial itu sulit. Bagaimana mengukur kedalaman sejarah di SMP dan SMA. Dan ini terjadi pada materi pembelajaran wajib dan peminatan untuk tema tema tertentu,” kata Abdul Syukur.

Karena itu, Abdul Syukur menyarankan menerapkan materi Tematis-Kronologis dalam mata pelajaran sejarah. Dalam hal ini, materi sejarah yang diajarkan harus melihat perkembangan psikologi siswa. Bahkan, Abdul Syukur menyarankan pembelajaran sejarah dilakukan sejak tingkat SD hingga SMA.

“Dengan Tematis-Kronologis bisa menjadi pembeda, tema-tema apa yang cocok untuk anak SMA kelas 10,11, dan 12. Kalau bisa ini juga menjadi wajib di SD dan SMP. Namun, kita harus punya konsep yang pas. Bagaimana membedakan materi sejarah untuk diajarkan kepada anak SD, SMP, dan SMA. Tentu kita perlu meminta bantuan ahli psikologi pendidikan untuk mengukur perkembangan psikologi anak. Pengetahuan apa yang cocok diajarkan untuk anak SD, SMP, dan SMA,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

60  +    =  69