Politik

Pakar Komunikasi Politik: Hati-hati Polling Politik yang Sesat Akademik

Channel9.id-Jakarta. Pakar komunikasi pollitik Emrus Sihombing mengungkapkan, beredar polling di media sosial yang menawarkan dua pilihan, yakni New Presiden dan New Normal. Menurut Emrus, polling yang dibuat pada 28 Mei 2020 itu sesat akademik.

“Setidaknya ada empat hal menarik perlu diurai terkait dengan polling ini, yaitu sesat akademik, kurang mendidik, konteks tidak tepat, dan bisa mengandung aroma komunikasi politik prakmatis-transaksional,”ujarnya, di Jakarta, Minggu (31/05).

Pertama, sambung Emrus, dengan memberikan pilihan New Presiden dan New Normal sebagai tindakan sesat akademik. Selain tidak memberikan peluang pilihan lain (tidak dua-duanya), dua pilihan ini sangat tidak setara satu dengan lain atau tidak dalam kelompok yang sama.

“New Presiden dan New Normal sangat tidak tidak logis disepadankan dan juga memutlakkan hanya pada dua pilihan dikotomi. Publik tidak diberikan kebebasan pilihan lain, yaitu tidak keduanya. Inilah yang saya sebut sebagai bentuk metode penelitian “memenjarakan” responden,”jelas Emrus.

Direktur Eksekutir Lembaga Emrus Corner ini menilai, memberikan pilihan New Presiden dan New Normal sangat tidak tepat. Emrus menjelaskan, seharusnya pilihan disodorkan ke responden yaitu, New Normal dan Not New Normal.

“New Normal dengan New Presiden karena sudah berbeda dari aspek “habitat” sosialnya, fungsi dan kemanfaatannya,” katanya.

Kedua, Emrus menilai poling itu kurang mendidik karena sangat berpotensi menimbulkan sesat pikir dan bisa memanipulasi persepsi publik. Ia menilai, polling ini bisa mengganugu upaya bersama dalam  menghalau dan mengatasi dampak virus Corona.

“Padahal sebaiknya, semua komponen dan berbagai bidang kehidupan sosial, termasuk bidang politik, harus kita kerahkan dan bahu membahu melawan musuh kemanusiaan yaitu, Covid-19,” imbuhnya.

Selanjutnya, Emrus menyebut dengan menggunakan dua pilihan tersebut sangat tidak tepat konteksnya. Persoalan utama kita hadapi saat ini bukan komunikasi politik prakmatis, tetapi masalah kemanusiaan karena Covid-19. Karena itu, dasar pijak yang kita gunakan Sila Kedua dari Pancasila, yang mengandung dua nilai utama yaitu kemanusiaan yang adil dan kemanusian yang beradab.

“Artinya, segala perilaku kita sebagai anak bangsa terkait dengan penanganan Covid-19 harus berbasis, bertindak dan mengedepankan kemanusiaan itu sendiri. Jadi, kita harus menghindari politik prakmatis seperti yang termuat pada dua pilihan tersebut,”paparnya.

Keempat, kata Emrus, bisa saja ada aroma komunikasi politik prakmatis-transaksional. Dengan mencantumkan salah satu pilihan New Presiden bisa tersirat makna komunikasi politik prakmatis transaksional.

“Setidaknya, polling ini berpotensi menggeser isu dari upaya negeri ini menghambat penyebaran dan mengatasi dapak Covid-19 ke rana politik prakmatis tertentu yang tidak produktif.  Ini sangat disayangkan,” tandasnya.

Emrus berharap, juru bicara (jubir) bidang politik dan pemerintahan di istana bekerja lebih optimal, cepat, dan cerdas. Sehingga tidak terkesan melakukan pembiaran terkait polling yang dianggap akan merugikan pemerintahan.

“Jubir jangan sampai berpangku tangan sehingga terkesan membiarkan adanya  polling sesat akademik  yang berpotensi merugikan posisi pemerintahan Joko Widodo  di ruang publik.  Hati-hatilah terhadap polling politik yang sesat akademik karena berpotensi memanipulasi persepsi publik,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

22  +    =  30