Hot Topic

Pancasila dan Kewarganegaraan Jadi 2 Mapel Terpisah, Rektor UNJ: Bisa Jadi Beban Politik Pendidikan

Channel9.id – Jakarta. Mendikbud Nadiem Anwar Makarim telah mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Dalam draft revisi itu, pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa kurikulum dasar dan menengah wajib memuat antara lain poin (b) Pancasila, dan poin (c) kewarganegaraan.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah saat ini menggabungkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang disingkat menjadi PPKn. Dengan adanya revisi PP No.57/2021, itu artinya, Mendikbud mengusulkan pemisahan keduanya menjadi dua mata pelajaran tersendiri.

Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Dr. Komarudin menyatakan, Mendikbud harusnya tidak perlu merombak kurikulum sehingga memisahkan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran tersendiri.

Alangkah baiknya Mendikbud memperbaiki kurikulum yang sudah ada dengan fokus meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka menghasilkan SDM Unggul. Jadi, perombakan kurikulum di dalam revisi PP No 57/2021 tidak diperlukan.

“Kita pernah punya pengalaman dengan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) yang akhirnya dihilangkan. Kita juga masih ingat dengan mapel Tata Negara di SMA yang kemudian juga diintegrasikan dalam PPKn,” kata Komarudin, Minggu 18 April 2021.

“Sekarang kita harus fokus pada mutu pendidikan dalam rangka menghasilkan SDM Unggul untuk Indonesia Maju. Saat ini kita perbaiki yang salah saja di mana, jangan merombak kurikulum, apalagi menjadi bengkak,” lanjut Guru Besar UNJ ini.

Menurut Komarudin, pemisahan keduanya di jenjang pendidikan dasar dan menengah hanya menjadi beban kurikulum, beban bagi siswa dan beban bagi guru.

“Kalau untuk Pendidikan Tinggi (Dikti) saya setuju, seperti yang sekarang ini. Tapi untuk pendidikam dasar dan menengah (dikdasmen) cukup terintegrasi dalam PPKn. Jika dipisah akan menjadi beban kurikulum, beban bagi siswa, beban bagi guru,” ujar Komarudin.

Pemisahan itu juga akan menjadi beban politik pendidikan. Sebab, pemisahan itu berimplikasi pada penyiapan guru secara besar-besaran dan jika pada suatu saat diintegrasikan lagi pasti menimbulkan kegaduhan politik.

“Kasihan bangsa ini dan masa depan pendidikan kita hanya berkutat pada masalah kurikulum bukan pada esensi kualitas pendidikan,” pungkasnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

41  +    =  50