Politik

Paslon Gunakan Politik Identitas, Sudah Pasti Penunggang Gelap

Channel9.id – Jakarta. Pakar komunikasi politik UPH Emrus Sihombing menilai, aktor penunggang gelap dalam kontestasi politik bisa dilihat dari pesan-pesan komunikasi yang disampaikannya ke publik. Jika ada paslon atau pendukung paslon menggunakan politik identitas untuk memecah belah masyarakat, maka bisa dipastikan mereka adalah aktor penunggang gelap.

“Misalnya mengedepankan identitas sempit, kemudian mengukuhkan ekslusifitas agama dan suku. Itu politik gelap,” kata Emrus dalam Webinar ‘Waspada Penumpang Gelap di Pilkada Serentak 2020’, Minggu (11/10) sore.

Emrus menjelaskan, politik identitas memecah belah masyarakat dengan mempermasalahkan hak mayoritas dan minoritas. Isu ini biasanya dibalut dengan narasi suku dan agama. Banyak paslon dan pendukungnya menggunakan narasi itu untuk meraih suara lebih besar. Mereka melempar isu bahwa suara mayoritas berhak diutamakan ketimbang suara minoritas.

Bagi Emrus, hal itu berbahaya bagi Indonesia sebagai negara demokrasi. Terlebih, Pancasila tidak pernah mempermasalahkan mayoritas dan minoritas. Pancasila menghargai hak tiap warga negara tanpa melihat mayoritas atau bukan.

“Demokrasi bukan sekedar jumlah. Ini yang nantinya menjadikan demokrasi kita berkualitas. Pancasila juga jelas menghargai perbedaan, Bhinneka Tunggal Ika. Artinya melindungi hak-hak tiap warga negara. Ketika menghadapi isu mayoritas ini menurunkan kualitas demokrasi,” kata Emrus.

Dampak lainnya, masyarakat terjebak dalam jurang emosi saat memilih calon kepala daerah. Padahal, kata Emrus, masyarakat butuh berpikir rasional untuk menentukan pemimpin mereka. Masyarakat harus memilih pemimpin dari visi dan misi yang ditawarkan.

“Politik identitas itu ranah emosi bukan rasional. Demokrasi bagus harus dalam ranah rasional. Masyarakat harus berpikir rasional. Hindari ranah emosional karena memicu politik identitas sempit. Pilih calon kepala daerah dari visi, misi, dan programnya,” katanya.

Emrus pun menyarankan kepada paslon mengutamakan program ketimbang menciptakan perpecahan di masyarakat. Terlebih, di masa pandemi Covid-19 ini, dibutuhkan pemimpin yang bisa menjamin keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.

“Pentingkan program tuk mengatasi pandemi ini. Paslon misalnya bisa memberikan janji kepada masyarakat bahwa kalau saya dipilih angka covid-19 akan menurun. Programnya apa? Saya akan bikin rumah sakit yang banyak. Kan bisa gitu ketimbang membawa perpecahan,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +  5  =