Channel9.id – Jakarta. Pastor Dr. Bernard Baru dari SKP-OSA Sorong menilai, pemerintah pusat harus menegaskan status di Tanah Papua, apakah wilayah operasi militer perang atau bukan.
Tidak jelasnya status tersebut membuat warga sipil menjadi korban perseteruan antara pasukan TNI dan anggota teroris KKB Papua. Salah satu contohnya adalah kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil di Timika beberapa waktu lalu.
“Saya melihat dan mengalami sendiri ternyata ada tindakan perang militer TNI dengan pihak Kelompok Papua Merdeka. Tapi negara tidak mengakui bahwa fakta itu perang. Masalah muncul karena negara tidak mengakui sehingga warga sipil menjadi lapangan yang dipakai baik oleh TPM maupun TNI atau Polri. Terutama TNI menggunakan sipil untuk tempat berlindung sehingga kekerasan terhadap sipilnya lebih banyak terjadi karena tidak jelas adanya perang itu,” kata Bernard dalam diskusi PGI Papua, Senin 12 September 2022.
Baca juga: Guru Besar Uncen: Kasus Mutilasi Timika Pelanggaran Hukum Humaniter Internasional
“Negara semestinya mengatakan status di Papua jelas, operasi militer perang atau bukan. Kalau tidak jelas sipil yang akan menjadi korban dan tempat skenario dan pembunuhan,” lanjutnya.
Diketahui, sejumlah anggota TNI dan warga sipil menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan dan mutilasi di Timika beberapa waktu lalu.
Menurut Bernard, kasus pembunuhan dengan alasan motif apapun adalah amoral. Tindakan itu melanggar moral dan menghina martabat manusia.
“Jadi kami sangat menyesal dan mengutuk peristiwa itu. Pembunuhan dan mutilasi sudah melampaui batas kemanusiaan,” ujarnya.
Apalagi, kata Bernard, pembunuhan itu dilakukan oleh aparat TNI yang notabenenya adalah penjaga warga. Ini juga membuktikan bahwa sering terjadi imunitas di tubuh TNI.
Bernard pun mendesak adanya dialog antara pemerintah pusat dengan KKB Papua demi menyelesaikan konflik ini. Menurutnya, perlu ada kesepakatan politik permanen yang pada ujungnya tidak lagi menjadikan warga sipil korban.
“Aceh saja bisa kenapa Papua tidak bisa? Kasihan anak-anak dan ibu-ibu di sini jadi korban,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Reskrimum Polda Papua, Komisaris Besar Polisi Faizal Rahmadani, menyampaikan ada 12 orang terlibat dalam rencana pembunuhan dengan cara memutilasi empat warga. Delapan tersangka adalah anggota TNI, sedangkan sisanya adalah warga sipil.
HY