Channel9.id – Jakarta. Beberapa informasi liar muncul dari asumsi yang dibangun tanpa dasar fakta yang jelas.
“Brigadir J diduga sudah tak bernyawa di tengah perjalanan antara Magelang dan Jakarta”. Demikianlah dugaan yang dibangun tim kuasa hukum Brigadir J. Dugaan ini runtuh, karena dibangun melalu asumsi.
Dugaan atas dasar asumsi itu dibangun oleh kuasa hukum Brigadir J, fakta yang digunakannya pun masih kabur yaitu “Pukul 10.00 Brigjen J berkomunikasi dengan keluarga dia sedang mengawal….. namun pukul 17.00 WIBi, Brigadir J tidak merespon panggilan keluarga”, atas fakta itu kuasa hukum membuat kesimpulan dugaan pertama kalau Brigadir J meninggal sebelum tiba di kediaman Kadiv Propram nonaktif Irjen Ferdy Sambo. Atas dasar asumsi itu, kuasa hukum kemudian membangun dugaan bahwa Brigadir J mengalami penganiayaan sebelum tiba di kediaman Irjen Ferdy Sambo.
Baca juga: Autopsi Ulang, Menyingkap Tabir Kematian Brigadir J
Berikutnya kuasa hukum menduga, penganiayaan itu salah satu penyebab Brigadir J meninggal sebelum insiden baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang menewaskan korban.
Atas dasar bangunan asumsi-asumsi tersebut pihak kuasa hukum membuat dugaan yang berupa kesimpulan bawa pembunuhan terhadap Brigadir J sudah direncanakan, atau Brigadir J merupakan korban pembunuhan berencana.
Lebih jauh kuasa hukum Brigadir J pada tanggal 18 Juli 2022 membuat laporan ke Bareskrim Polri terkait dugaan pembunuhan berencana. Laporan itu disertai bukti video yang dikirim pihak keluarga korban yang isinya soal kondisi korban yang banyak luka di tubuhnya.
Sekali lagi dugaan, asumsi, dan kesimpulan pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J itu runtuh dan patah-patah berantakan seketika. Dugaan dan asumsi kuasa hukum keluarga korban itu runtuh diterjang bukti-bukti dan kesaksian para ajudan Irjen Ferdi Sambo yang sepanjang perjalanan Magelang sampai Jakarta bersama Brigadir J.
Kepada Komnas HAM, para ajudan Irjen Ferdi Sambo telah membeberkan rangkaian kejadian dan peristiwa di sepanjang perjalanan antara Magelang dan Jakarta sebelum peristiwa baku tembak terjadi antara Bharada E dan Brigadir J.
Temuan bukti berupa komunikasi lewat telepon genggam antara Brigadir J dan kekuarga sudah hancur. Semua itu diterjang temuan bukti Komnas HAM khususnya yang bersumber dari keterangan para ajudan Irjen Ferdy Sambo.
Bahkan Komnas HAM menemukan bukti bahwa Brigadir J bercengkrama dengan rekan para ajudan Irjen Ferdy Sambo sebelum peristiwa baku tembak terjadi.
Menurut Chairul Anam, Rabu (27/7/2022), forum tertawa-tawa itu forun antara ADC (aide-de-camp/ajudan) sebelum kematian korban, lokasinya di Jakarta. Brigadir J dan para ajudan ngobrol nyantai disertai ketawa-ketiwi bersama. Peristiwa ngobrol bareng dan ketawa-ketiwi itu terjadi sebelum Brigadir J masuk rumah dinas Irjen Ferdi Sambo. Beberapa saat kemudian terjadilah peristiwa baku tembak.
Namun sudah terlanjur terjadi, kuasa hukum telah menggiring asumsi dan menebar dugaan pertama kalau Brigadir J itu sudah tewas di tengah perjalanan dari Magelang ke Jakarta. Asumsi dan dugaan sudah dikonsumsi dan dikunyah media, bahkan tersebar luas ke masyarakat. Apa lagi kuasa hukum sudah melapor ke Bareskrim Polri.
Ini sebuah pelajaran bagi siapapun yang ingin membela hak-hak klien. Paling tidak mesti memiliki dasar normatif dan dasar bukti-bukti awal. Kalau tidak, itu hanya asumsi yang mudah hancur oleh temuam bukti-bukti dan kesaksian lainnya.
Namun nasi sudah jadi bubur, kata sudah terucap yang dikunyah-kunyah publik dan tersebar luas lewat media. Ibarat pepatah “menepuk air di dulang, kepercik muka sendiri”.
Mari dengan kepala dingin tetap menunggu proses pengusutan kasus Brigadir J oleh Tim Khusus bentukan Kapolri, Komnas HAM dan Kompolnas. Dan percayalah kepada Polri yang sungguh-sungguh akan menuntaskan kasus Brigadir J secara terang benderang.