Channel9.id – Jakarta. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi perjanjian internasional pertama untuk mengatur laut lepas dan melindungi ekosistem kecil yang vital untuk manusia setelah diskusi panjang selama 15 tahun lamanya, Selasa (20/6).
Pada hari Senin, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebutkan perjanjian ini sebagai pencapaian historis yang mana akan membangun kerangka hukum untuk memperluas perlindungan lingkungan di perairan internasional yang mana mencakup 60 persen planet Bumi.
Perubahan iklim telah mengacaukan pola iklim dan ombak laut, meningkatkan temperatur laut, juga merubah ekosistem laut dan spesies-spesies yang tinggal disana. Gutteres juga mengatakan biodiversitas laut sedang dalam bahaya karena penangkapan ikan berlebihan, eksploitasi berlebihan dan pengasaman laut.
“Satu pertiga stok ikan ditangkap dalam tingkat yang tak wajar. Dan kita juga mencemarkan perairan pantai kita dengan kimia, plastik, dan sampah manusia,” lanjutnya.
Peneliti semakin sadar mengenai pentingnya laut, yang mana memproduksi oksigen yang kita hirup saat ini, membatasi perubahan iklim dengan menyerap karbondioksida, dan menjadi lokasi biodiversitas yang kaya bahkan sampai ke tingkat mikroskopik.
Namun dengan sebagian besar laut berada diluar Zona Ekonomi Ekslusif negara-negara di dunia, maka peraturan perawatan laut lepas ini membutuhkan kerja sama masyarakat internasional yang baik.
Anggota-anggota PBB pada akhirnya sepakat terhadap teks perjanjian pada bulan Maret dan Guterres mendesak seluruh negara untuk memberikan yang terbaik dalam memastikan bahwa itu ditandatangani dan diratifikasi sesegera mungkin.
Baca juga: Pakta Perlindungan Laut Lepas Akhirnya Disetujui PBB
Secara resmi disebut sebagai Perjanjian tentang Keanekaragaman Hayati di Luar Yurisdiksi Nasional, perjanjian itu berada di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut, yang mulai berlaku pada tahun 1994.
Perjanjian itu akan terbuka untuk ditandatangani pada 20 September nanti saat pertemuan rutin para pemimpin dunia di Rapat Umum PBB. Perjanjian ini baru akan resmi setelah 60 negara menandatangani kesepakatan ini.
Kesepakatan ini juga menyusun dasar-dasar kebijakan dalam melakukan penilaian dampak lingkungan untuk kegiatan komersial di lautan.
Aktivitas-aktivitas tersebut, walaupun tidak tertulis dalam perjanjian, termasuk segalanya dari menangkap ikan dan transportasi laut sampai ke isu yang lebih kontroversial seperti penambangan laut dalam atau bahkan program geo-engineering yang ditujukan untuk memerangi pemanasan global.
Inti utama pada perjanjian ini adalah kemampuan untuk menciptakan lingkungan maritim yang aman di perairan internasional. Saat ini, baru sekitar satu persen laut lepas saja yang dilindungi.
(RAG)