Channel9.id-Jakarta. Pemerintah akhirnya memberlakukan tatanan normal baru alias new normal meskipun angka penularan Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Penerapan new normal diharapkan bisa menggairahkan kembali ekonomi nasional.
Hanya saja, menurut Guru Besar Sosiologi Nanyang Technological University Singapura Sulfikar Amir, bahwa situasi pandemi masih sangat mengkhawatirkan. Sebab, kata dia, pemerintah tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumahnya secara benar.
“Sangat setuju bahwa ekonomi itu tidak bisa mati. Karena jika dibiarkan akan ambruk. Ekonomi dan kesehatan itu dua-duanya penting. Tapi ketika melakukan mitigasi dilakukan secara bersamaan, ekonomi tidak akan pulih dengan benar ketika pandemi ini ada di sekitar kita,” tuturnya saat diskusi daring (08/06).
Menurut dia, pandemi tidak akan terkendali, jika saat ini pemerintah tidak mempunyai prioritas. Sulfikar mengajak Indonesia belajar dari negara lain.
“Beda seperti yang dilakukan oleh Cina. Ketika ada pertama kali di Wuhan, pemerintah langsung melockdown kota itu sebelum menyebar ke daerah lain Cina. Sehingga mereka tidak perlu melockdown seluruh Cina. Setelah tiga bulan berjalan, aktivitas ekonomi juga kembali berjalan,” ucapnya.
Di Indonesia, jika semisal memaksakan ekonomi dibuka lagi, menurut dia, akan berlangsung korban besar-besaran. Sebab, menurut dia, Indonesia belum berhasil menanggulangi pandemi Covid-19.
“Perusahaan-perusahaan beroperasi lagi. Pertanyaan saya siapa yang akan menanggung biaya perawatan penderita Covid-19. Apakah perusahaan, pemerintah daerah atau dibebankan kepada masing-masing orang?,” tuturnya terheran-heran.
Sulfikar mengatakan bahwa pemberlakuan new normal saat ini menunjukkan pemerintah ingin melepaskan tanggung jawabnya.
“Ingin berdamai dengan Covid-19 yang artinya dianggap sama dengan penyakit biasa lainnya. Yang pemerintah lakukan itu (new norma) normalisasi kesehatan publik dikonversi menjadi kesehatan individu dan individu menanggung risikonya. Akhirnya pemerintah lepas tanggung jawab. Setelah itu, semua akan kena.” Imbuhnya.
Hal tersebut menurut dia akan berbahaya. Karena pengusaha akan kekeurangan orang sehat, rumah sakit akan kewalahan menangani orang-orang sakit, orang-orang miskin yang tidak mempunyai biaya tidak berani ke rumah sakit.
“Situasinya akan chaos. Ini akan menggerogoti ekonomi kita juga. Ekonomi tidak akan sehat jika orang-orang tidak sehat. Memang selama vaksin belum ditemukan, potensi naiknya jumlah kasus itu akan selalu ada. Tapi ketika ketika kita bisa mengendalikan transmisi secara signifikan, ekonomi akan pulih kembali. Indonesia itu belum sampai situ. Tiba-tiba sudah mau masuk ke tahap berikutnya (red-new normal),” pungkasnya. (IG)