Kerja Sama nuklir
Ekbis

Pemerintah Susun Aturan Nuklir, Teknologi PLTN Rusia Berpeluang Masuk Indonesia

Channel9.id, Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah menyusun regulasi strategis terkait pemanfaatan uranium dan thorium sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Langkah ini dinilai penting dalam menjawab kebutuhan energi jangka panjang, sekaligus menandai pergeseran menuju bauran energi rendah karbon di masa mendatang.

Potensi bahan bakar nuklir itu diketahui berada di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Berdasarkan Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat, cadangan uranium di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 24.112 ton. Namun, pemanfaatannya belum bisa dilakukan secara komersial sebelum ada regulasi yang komprehensif dan studi kelayakan menyeluruh.

“Kami sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mendukung pemurnian dan pengolahan bahan radioaktif agar bisa dimanfaatkan untuk energi,” ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung di Jakarta, Jumat (20/6/2025).

PLTN Masuk RUPTL, Target Operasi Mulai 2032

Pemerintah menargetkan pembangunan PLTN berkapasitas total 500 megawatt (MW) dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Rencana ini telah tercantum dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025–2035. Lokasi pengembangan PLTN direncanakan berada di Sumatra (250 MW) dan Kalimantan (250 MW), dengan target pasokan listrik masuk jaringan PLN sekitar tahun 2032–2033.

Menurut Yuliot, pemerintah mempertimbangkan teknologi Small Modular Reactor (SMR) sebagai solusi PLTN generasi baru yang lebih fleksibel dan efisien. Saat ini, dua negara yang menguasai teknologi ini adalah Rusia dan Tiongkok.

Kunjungan Prabowo ke Rusia Beri Sinyal Penguatan Kerja Sama Energi

Rencana pemanfaatan teknologi nuklir Indonesia diyakini turut menjadi topik dalam kunjungan resmi Presiden Prabowo Subianto ke Rusia pekan ini. Dalam lawatan tersebut, Presiden Prabowo didampingi oleh sejumlah menteri, termasuk Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Yuliot tidak menampik kemungkinan bahwa pembahasan kerja sama nuklir—termasuk pengembangan teknologi SMR—dibicarakan dalam kunjungan tersebut. “Teknologi yang ditawarkan sejauh ini berasal dari China dan Rusia. Kami masih menunggu penjelasan resmi dari Pak Menteri setelah kunjungan ke Rusia,” ungkapnya.

Kunjungan ke Rusia dinilai strategis karena negara tersebut merupakan salah satu pemain utama dalam teknologi reaktor modular kecil melalui perusahaan nuklir milik negara, Rosatom. Selain itu, Rusia juga memiliki rekam jejak panjang dalam membantu negara berkembang membangun infrastruktur PLTN secara terintegrasi—dari pasokan bahan bakar, transfer teknologi, hingga pelatihan SDM.

Mengacu pada UU No. 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan, pengelolaan bahan radioaktif seperti uranium dan thorium memerlukan pengawasan ketat. Oleh karena itu, Kementerian ESDM melibatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dalam penyusunan regulasi serta skema perizinannya.

“Pemberian izin usaha pertambangan uranium atau thorium tidak bisa sembarangan. Harus ada pengawasan dan perizinan yang ketat untuk menjamin keamanan dan keberlanjutan lingkungan,” tegas Yuliot.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

56  +    =  57