Channel9.id-Jakarta. Pandemi virus corona (SARS-CoV-2) yang menyebar di seluruh dunia berdampak pada semua sektor kehidupan masyarakat. Banyak negara yang menerapkan kebijakan physical distancing dan mengimbau masyarakatnya untuk tetap tinggal di rumah. Hal itu berujung pada pembatasan wilayah dan pengalihan pekerjaan luar ruang ke dalam rumah.
Salah satu sektor yang terdampak yaitu pendidikan.
Selama pandemi belum berakhir, siswa diminta untuk belajar secara online atau dikenal sebagai sistem Pembelajaran Jarak Jauh. Demikian pula guru yang mesti menyokong kegiatan ini. Selain itu, peran orang tua pun sangat dibutuhkan untuk membimbing anaknya yang tengah belajar di rumah.
Adapun beberapa negara yang menerapkan kebijakan PJJ tersebut di antaranya, Finlandia, Indonesia, dan Australia.
Bagi Finlandia, masa-masa PJJ telah berakhir seiring berhentinya pandemi. Menurut Liisa Toivonen dari Bioacademy Finlandia, per hari ini anak-anak mulai masuk sekolah. Namun, ia akan memaparkan situasi sekolah semasa PJJ.
Mula-mula Toivonen menegaskan bahwa kehebatan Finlandia di banyak hal—seperti ekonomi, kualitas hidup, hingga lingkungan, berkaitan dengan pendidikan. Ia mengingatkan pula jumlah penduduk di Finlandia terbilang sedikit dan negara merasa penduduknya harus berkontribusi dalam pembangunan.
“Finlandia hanya memiliki 5,5 juta penduduk dan kami berpikir keterampilan setiap orang dibutuhkan untuk pembangunan. Karenanya, pendidikan itu setara bagi siapa saja, dari prasekolah hingga universitas,” jelasnya, di Webinar Internasional Pendidikan bertajuk “Praktik Baik Pengelolaan Pendidikan di Tiga Negara Pada Masa Pandemik Covid-19” via Zoom, Kamis (14/5).
Menurutnya, pendidikan Finlandia menyediakan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk belajar dan mengembangkan diri. Pemerintah pun menggratiskan biaya pendidikan. “Di sini tidak ada sekolah privat,” imbuhnya.
Pendidikan di Finlandia, kata dia, berorientasi pada siswa. Pendidikan mendorong individu agar memiliki pemahaman yang holistik. Tiap individu juga didorong untuk memiliki kemampuan dalam mengelola diri, termasuk dalam berkreativitas—sesuai keterampilan dan potensi individu. “Melalui pendekatan ini, setiap orang akan mencari tahu cara belajar yang unik bagi masing-masing siswa. Hal ini menjadi tanggung jawa guru untuk menemukan cara tersebut,” sambungnya.
Toivonen melanjutkan, ketika dihadapkan dengan situasi pandemi, masyarakat Finlandia sudah terbiasa lantaran sistem pendidikannya yang demikian. Semua kegiatan pemebelajaran, termasuk kegiatan yang mestinya di luar ruang pun, dilakukan lewat online melalui Google Meets, Microsoft Office Teams, dan
Kendati begitu, kerap kali mendapat sejumlah tantangan lantaran selama PJJ tidak semua jaringan baik di sejumlah wilayah. Selain itu, para guru pun harus lebih fokus mengawasi setiap siswa, terlebih terhadap siswa yang kurang disiplin dan keterbelakangan. Dari siswa hingga guru pun butuh waktu lebih dalam memahami perangkat pembelajaran digital. Kehidupan sosial antarsiswa pun perlu diperhatikan, sebab berinteraksi secara virtual jauh berbeda dengan interaksi langsung.
“Tantangan terbesar adalah bagaimana memfokuskan waktu dan energi selama pandemi. Siswa pun harus mengedepankan self-management, yakni bagaimana siswa memiliki otonomi untuk bisa mengelola dirinya,” lanjut Toivonen.
Di sisi lain, situasi ini membuahkan keuntungan. “Misalnya, siswa bisa istirahat lebih banyak, lebih leluasa, lebih mudah berkonsentrasi daripada di sekolah, beberapa siswa memiliki nilai yang meningkat, hubungan antara orang tua dan sekolah lebih intensif dan natural, serta orang tua pun lebih mawas terhadap kegiatan sekolah anaknya,” terang Toivonen.
Ketika pandemi berakhir, anak-anak mulai masuk sekolah. Menurut Toivonen hal yang paling terasa berubah ketika kembali ke sekolah adalah kebersihan. “Kebersihan tangan lebih intens diperhatikan. Setiap sekolah menyediakan sanitasi tangan untuk semua siswa,” ujarnya.
(LH)