Channel9.id-Jakarta. Sekelompok peneliti dari University of California, Santa Barbara mengembangkan cara baru untuk mengetes COVID-19. Tes ini hanya menggunakan sejumlah peralatan dasar dari lab dan aplikasi di ponsel.
Tak seperti tes lainnya, cara tes terbaru ini—sebagaimana dijelaskan dalam karya ilmiah di jurnal JAMA Network Open—tak akan merogoh kocek terlalu dalam. Para peneliti mengatakan bahwa sistem tes mereka, yang disebut “smaRT-LAMP”, bisa dirancang dengan biaya kurang dari $100 (sekitar Rp1,4 juta), dan ditambah harga smartphone yang diperlukan untuk menjalankan aplikasi.
Tes itu dilakukan melalui aplikais bernama Bacticount. Aplikasi ini mengandalkan kamera ponsel untuk mendeteksi keberadaan patogen dalam air liur.
Cara kerjanya, seseorang memasukkan air liurnya ke dalam test kit yang diletakkan di atas hot plate, dan meneteskan larutan reaktif yang dirancang untuk memperkuat RNA virus yang mungkin ada di air liur itu. Proses ini disebut Loop-mediated Isothermal Amplification atau LAMP. Setelah melakukan LAMP, sampel-sampel ini kemudian ditutup dengan kotak kardus dengan lampu LED yang ditempelkan di atasnya.
Selanjutnya, kamera smartphone mengintip ke bagian atas kotak, dan akan melihat reaksi warna yang menunjukkan apakah sampel air liur mereka positif COVID-19 atau tidak. Jika ada patogen, maka probe yang ada di dalam larutan mengikatnya, dan lampu memancarkan merah terang. Semakin banyak patogen yang ada, semakin cepat air liur berpendar, dan semakin cepat aplikasi akan mengidentifikasinya. Seberapa banyak virus diperkirakan oleh seberapa cepat cahaya bersinar.
Secara keseluruhan, para peneliti mengatakan bahwa setiap tes dengan pengaturan ini menghabiskan biaya yang relatif hemat $7 (sekitar Rp100 ribu) per tes. Satu-satunya keterbatasan saat ini adalah aplikasi Bacticount hanya kompatibel dengan smartphone Samsung Galaxy S9. Namun, ke depannya, kemungkinan aplikasi ini akan kompatibel untuk lebih banyak telepon.
Perlu dicatat bahwa metode ini—dan karya ilmiah—berdasarkan pada ukuran sampel yang cukup kecil yakni 50 pasien. Namun, tetap saja, hasil awal ini menjanjikan. Menurut tim peneliti, tes itu tak hanya mendekati akurasi tes PCR, tetapi juga bisa digunakan untuk mendeteksi varian COVID baru atau patogen lain, seperti flu.
Dilansir dari Gizmodo, peneliti utama proyek tersebut, Dr. Michael Mann, mengatakan bahwa meskipun tes tersebut awalnya dirancang untuk “mengantisipasi sumber daya yang terbatas” (seperti di rumah sakit pedesaan), tes ini bisa digunakan untuk pengujian di rumah.
(LH)