Nasional

Peneliti LIPI: Pilkada Asimetris Sudah Berlangsung di Beberapa Daerah

Channel9.id-Jakarta. Gagasan untuk mengkaji Pemilihan Daerah (Pilkada) Asimetris yang sempat diwacanakan oleh Menteri Dalam Negeri Prof. HM Tito Karnavian PhD, ternyata sudah berlangsung di beberapa daerah.

Menurut Dr. Sri Nuryanti, dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menyebutkan bahwa di beberapa daerah modal Pilkada Asimetris sudah berlangsung. Menurut Nurhayati, setidaknya ada empat daerah yang melakukan Pilkada Asimetris.

“Di DIY dengan menggunakan pola pemilihan gubernur lewat penunjukan adalah contoh Asimetris. Papua, Pilkada yang melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai selektor calon dan mengharuskan putra asli daerah juga bentuk Asimetris. Aceh di mana ada persyaratan calon kepala daerah harus bisa membaca Al Qur’an, juga contoh asimetris. Termasuk Jakarta yang menggunakan pola pemenang 50 + 1 adalah contoh Pilkada Asimetris,” katanya kepada Channel9.id di Jakarta Selasa (17/12/19).

Menurut Sri Nuryanti, di keempat daerah ini Pilkada Asimetris dapat berlangsung terkait adanya UU lain yang mengaturnya. Undang-undang itu mengesampingkan ketentuan umum yang berlaku di UU Pemilu, terkait desain institusional Pilkada pada UU 32/2004 yang seragam.

Belakangan ini, situasinya seolah dibenturkan jika Pilkada Asimetris identik dengan pola pemilihan kepala daerah melalui DPRD, hal ini yang menurut Sri Nuryanti perlu diluruskan. Karena menurut peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Politik LIPI ini, tentu tidak ke sana arahnya.

Lebih bagaimana kesiapan daerah, mengingat Pilkada itu menggunakan dana APBD, maka harus dilihat benar kesiapan daerah terkait ketersediaan anggaran. Kedua, banyak kalangan agamawan yang melihat banyaknya mudharat dari Pilkada.

Jadi sepanjang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah itu tinggi, secara anggaran APBD mampu, maka bisa berlangsung simetris. Tetapi dari contoh DIY dan Jakarta, hal itu tidak berlaku,karena DIY dan Jakarta jelas indeks IPM-nya lebih tinggi dari daerah lain.

LIPI sendiri memberikan rekomendasi Pilkada Asimetris berdasarkan beberapa kajian yang komprehensif. Penelitian Pilkada tahun 2012 di Kabupaten/Kota di Indonesia, dan kemudian dilanjutkan pada Pilkada Tingkat Provinsi 2013, dan hasil akhir penelitian terkait rekomendasi Pilkada Asimetris disampaikan Puslitban Politik LIPI di tahun 2015 lalu.

Menurut Sri Nurhayati, berdasarkan kajian salah satu yang menyebabkan Pilkada menjadi mahal karena sifatnya yang seragam simetris. Nuryanti mencontohkan berdasarkan pengalaman di KPU, terkait penganggaran pemilu yang yang diputuskan lewat Naskah Perjanjian Hibah Daerah (MPHD) sepanjang pengalamannya, ada KPUD yang tidak menganggarkan untuk dua putaran pilkada, padahal kenyataannya terjadi sampai dua putaran. Akibatnya penyelenggara Pemilu tidak bisa memenuhi tenggat waktu yang seharusnya dari Pilkada putaran kedua tersebut.

Walaupun ide untuk melakukan Pilkada Asimetris, Sri Nuryanti memahami benar kegalauan penyelenggara Pemilu jika ada perubahan UU Pemilu, terkait model Pilkada Asimetris. “Jangan sampai perubahan desain Pilkada untuk tahun 2020 di mana pentahapan Pilkada sudah berlangsung. Para penyelenggara Pemilu butuh ada kepastian, “Jangan sampai pekerjaan mereka menjadi double, karena ada perubahan di tengah pentahapan yang sudah berlangsung,” katanya.

Edy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =