Politik

Peneliti PARA Syndicate: JK Manfaatkan Rizieq Shihab Untuk Siapkan Anies Baswedan Jadi Presiden 2024

Channel9.id – Jakarta. Peneliti di PARA Syndicate Virdika Rizky Utama menyatakan, kepulangan Rizieq Shihab ke Indonesia erat kaitannya dengan motif Jusuf Kalla mempersiapkan Anies Baswedan menjadi Calon Pilpres 2024.

“Sebagian orang meyakini bahwa kepulangan Rizieq Shihab (RS) ke Indonesia tak lepas dari pengaruh yang dimiliki Jusuf Kalla (JK). Pada akhir Oktober lalu, JK melakukan umrah dan bertemu dengan RS di Arab Saudi. Sumber di Front Pembela Islam (FPI) mengatakan, lantas JK menjamin RS untuk bisa pulang ke Indonesia. Hal itu semakin dikuatkan oleh laporan Majalah Berita Mingguan (MBM) Gatra edisi 20 November 2020,” kata Virdika, Minggu (22/11).

Di Indonesia, kata Virdika, JK sedang mempersiapkan Anies untuk menjadi calon presiden (capres) 2024 melalui bantuan RS seperti Pilkada 2017 lalu yang menggunakan isu agama. Beleid yang dilakukan JK dan Anies ini terbukti ampuh dalam memenangkan pilkada 2017. Tak hanya itu, cara ini juga untuk menjaga popularitas Anies yang masa jabatannya habis pada 2022 dan akan digantikan oleh pelaksana tugas (plt). Sebab, langkah Anies yang ingin menjadi plt Gubernur Jakarta 2022 tidak disetujui oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Jokowi.

“Sumber di internal PDI-Perjuangan, PDI-Perjuangan ingin menghabisi pengaruh dan popularitas Anies dalam kurun dua tahun sampai 2024,” lanjutnya.

Baca juga: Buku Menjerat Gus Dur, Ungkap Dalang dan Proses Penjatuhan Gus Dur

Penulis buku ‘Menjerat Gus Dur’ ini pun tidak meyakini sepenuhnya kepulangan Rizieq untuk memperlemah posisi pemerintah di situasi pandemi dan ekonomi yang sedang memburuk.

“Jika ada analisis yang mengatakan kepulangan RS untuk memperlemah posisi pemerintah terkesan terlalu simplifikasi. Memang sangat bisa, tapi tak lantas bisa menjatuhkan pemerintah seperti di Peru. Paling-paling hanya tingkat kepercayaan publik dan legitimasi pemerintah yang akan melemah,” katanya.

Menurut Virdika, kepulangan RS tak lepas juga dari menguatnya posisi tawar gerakan kanan. Sebab, gerakan kiri di Indonesia tak menghadirkan sosok atau ide yang jelas untuk mengatasi permasalahan yang ada. Gerakan kiri malah terkesan sangat kelas menengah dan ide-idenya tidak membumi lagi, tak seperti menjelang reformasi 1998.

Salah satu simpul menguatnya gerakan kanan ini dengan berdirinya kembali Partai Masyumi. Meski ada Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra yang mengaku pewaris asli Partai Masyumi, PBB dinilai kurang efektif dan bahkan tak lolos dalam parlemen. Terlebih ada kekecewaan dari mantan calon legislatif (caleg) PBB, yang justru Yusril mendukung Jokowi di pemilu 2019.

“Masyumi yang hari ini didirikan rata-rata adalah kolega RS dan para pelaku gerakan 212. Meskipun nama RS tidak atau belum masuk dalam susunan dewan Partai Masyumi, secara ketokohan rakyat di akar rumput lebih mengenal kolega RS daripada Yusril,” katanya.

Virdika pun menyatakan, kemungkinan JK masih menyukai gerakan RS dan kawan-kawannya adalah karena militansinya. Di akar rumput mereka tak takut untuk melakukan intimidasi dan terror seperti tak mau menyolatkan jenazah yang tak mendukung Anies pada 2017 lalu. Hal ini membuat masyarakat mau tak mau memilih Anies. Belum lagi PKS yang memang terkenal militant di sekolah-sekolah dan pengajian.

Yang mesti ditelisik lagi, katanya, adalah motif JK selain ekonomi. Bisa saja JK melakukan itu karena mendengar sudah terjadi kesepakatan antara Megawati dan Prabowo. Mega siap mendukung Prabowo-Puan 2024 nanti. Kalau koalisi tidak terjadi, maka kemungkinan akan terjadi seperti setelah pemilu 2009 lalu, karena pada 2014 PDI-Perjuangan tak mendukung Prabowo.

“Bila itu memang terjadi, meski politik Indonesia tak ditentukan dalam waktu yang panjang, JK bisa memainkan Anies. Ada spekulasi bahwa JK-Anies untuk 2024, tapi saya pikir JK sudah terlalu tua pada 2024. Hal yang paling memungkinkan adalah menaikkan Anies. Kemudian, pasangan Anies tak mungkin rasanya dari sipil—saya pikir militer yang akan menjadi wakil Anies. Ini untuk menjaga stabilitas keamanan dan politik,” ujarnya.

Militer akan dimanfaatkan sentimennya karena di masa Jokowi, militer tak menjadi pilihan utama pendukung pemerintahan Jokowi. Kecil kemungkinan Gatot yang menjadi wakil Anies, karena para senior purnawirawan banyak yang tidak menyukai Gatot karena terlalu vulgar memainkan isu agama dan informasi yang menyebar di publik, ia mendapat dana dari Tommy Winata.

“Sedangkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga kecil kemungkinannya. Sebab dia bukan jenderal, ia hanya seorang mayor. Meski punya pengaruh SBY, tapi rasanya SBY hanya akan mengikuti ke mana angin berembus dan kesempatan menang yang lebih besar bisa didapatkan. Posisi menteri sudah sangat relevan untuk AHY. Andika Perkasa, Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) tetap menjadi nama yang terdepan. Tinggal bagaimana JK mengomunikasikannya dengan mertuanya Andika, Hendropriyono,” katanya.

Terlebih, Anies sudah memiliki modal politik yang cukup baik juga. Partai Nasdem yang dimiliki Surya Paloh sudah dari 2019 mendukung Anies menjadi capres 2024. Partai yang akan menentukan adalah Golkar dan PKB. Golkar dengan jejaring pengusaha dan birokrasinya. Sedangkan, PKB daengan warga nahdliyin (NU). Hanya saja, NU hampir mustahil mau bekerja sama dengan RS.

Yang hampir pasti menjadi korban adalah Tito. Sumber internal di PDI-P juga menyebut bahwa Tito sempat dijanjikan akan menjadi calon wakil presiden (cawapres) pada 2024 oleh Jokowi. Ia lupa bahwa Jokowi tak punya kekuatan besar di partai. Selain itu, citra represif polisi sejak 2014 ini tak akan membuat PDI-Perjuangan memberikan dukungan kepada Tito.

“Buruknya citra polisi tak hanya di kelompok RS, tapi juga di masyarakat sipil saat menangani kasus acara maulid Nabi Muhammad di Petamburan, Jakarta dan Megamendung, Bogor. Polisi terkesan tebang pilih dalam menangani kasus tersebut, karena tak menindak tegas kampanye pilkada Solo yang melibatkan Gibran, anak Jokowi di Solo beberapa waktu lalu,” katanya.

Di pihak lain, TNI sedang menikmati simpati dari publik, terutama saat Pangdam Jaya Dudung Abdurachman yang dianggap tegas dalam menurunkan spanduk kelompok RS di Jakarta. Meski Sebagian publik menganggap tindakan itu hanya sebuah gimmick atau dalih untuk TNI masuk ke ranah politik, karena FPI merupakan organisasi bentukan oleh petinggi TNI dan Polri pada 1998.

Selain itu, TNI juga sudah mendapatkan dari publik ketika terlibat pengamanan aksi anti-UU Cipta Kerja pada 8 Oktober 2020 lalu. Saat itu, TNI membagikan makanan kepada demonstran. Selang beberapa hari kemudian, KSAD Andika Perkasa menyatakan bahwa TNI harus mengedepankan pendekatan humanis saat mengamankan demonstrasi. Hal itu bisa diinterpretasikan bahwa TNI lebiih humanis daripada polisi.

“Memang masih terlalu dini menilai. Akan tetapi apabila hal itu terjadi, maka polarisasi masyarakat dan elite di Pilpres 2024 akan lebih ‘keras’ dibandingkan 2019. Isu agama dan keterlibatan TNI akan tetap ada semakin mendominasi. Tentu saja hal itu membuat galau kelompok masyarakat sipil kelas menengah yang sangat konsen dengan pluralitas, toleransi, kesetaran, dan demiliterisasi,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  22  =  23