Lifestyle & Sport

Pengamat Duga Hasil KLB PSSI Tidak Memuaskan, Hanya Ganti Ketua Saja

Channel9.id – Jakarta. Pengamat Sepak Bola, Rossi Rahardjo menilai, Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI tidak akan memberikan hasil yang memuaskan untuk perbaikan sepak bola di Indonesia.

Dia menduga KLB PSSI diadakan hanya untuk mengganti Ketua Umum PSSI, tidak termasuk jajaran Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Padahal, penyakit sepak bola selama ini juga berasal dari para anggota Exco PSSI.

Untuk diketahui, KLB menjadi salah satu rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan. TGIPF meminta PSSI segera mengadakan KLB untuk memilih kepengurusan baru. Dalam laporannya, TGIPF juga menilai Ketua Umum sekaligus jajaran Komite Eksekutif PSSI sepatutnya mundur sebagai bentuk pertanggung jawaban moral atas Tragedi Kanjuruhan yang telah merenggut 135 nyawa.

Baca juga: Pengamat Sepak Bola: Hasil Kerja TGIPF Kanjuruhan Tidak Soroti Pitch Invasion

“Hanya saja KLB yang ada sekarang ini hanya untuk menurunkan Ketua Umum PSSI. Dari sisi kami, penyakit sepak bola itu tidak hanya di ketuanya, tetapi jajaranya pengurusnya, dari Exco PSSI,” kata Rossi, Sabtu 29 Oktober 2022.

Rossi mengatakan, semestinya seluruh pengurus PSSI diganti dengan yang baru. Alasannya, banyak anggota Exco PSSI yang bermasalah karena merangkap sebagai pemilik klub.

“Bagaimana tidak, seorang Exco merangkap sebagai pemilik klub, pengelola klub. Kita bisa sebut saja dari Barito Putera itu Hasnuyardi. Lalu dari PSIS Semarang Yoyok Sukawi, dari Madura United Haruna Soemitro dan sebagainya,” kata Rossi.

“Bahkan Wakil Ketua PSSI Iwan Budianto pun adalah pemegang saham Arema sebesar 75 persen. Ini baru mencuat. Sebelumnya pemilik Arema dianggap Gilang. Engga juragan 99 itu hanya 16 persen saham. Tapi Iwan Budianto pemilik saham mayoritas,” lanjutnya.

Berdasarkan analisa itu, Rossi pun menilai, langkah paling tepat untuk memperbaiki kualitas sepak bola Indonesia yakni memutus generasi. Semua pengurus PSSI saat ini harus diganti dengan sosok yang benar-benar memiliki kredibilitas dan integritas.

“Kita engga perlu malu potong generasi. Sebab sejak saya kecil, pengurusnya itu-itu saja. Orang-orangnya Nirwan Bakrie. Kemudian ganti Iwan Budianto, Haruna Soemitro, Yoyok Sukawi dan geng-gengnya. Jadi, siapa pun ketua PSSI-nya, pengurusnya tetap mereka-mereka saja. Jadi mereka harus bisa dibersihkan dari organisasi. Kemudian kita cari terbaik yang punya niat untuk maju,” katanya.

“Nah siapa orang-orang itu? Ayo kita cari bersama. Saya kira masih banyak orang-orang tulus memajukan Sepak Bola di Indonesia,” ujar Rossi.

Rossi mengatakan, peristiwa Kanjuruhan juga harus menjadi pembelajaran untuk memperbaiki sistem sepak bola di Indonesia. Tidak masalah memutuskan untuk berhenti satu hingga dua tahun demi memperbaiki kualitas. Indonesia bisa belajar dari Inggris dalam menyikapi Tragedi di Stadion Heysel di Brussels, Belgia.

“Pertama kita memang harus berani untuk potong generasi. Memang perlu juga satu atau dua tahun kita benahi dahulu. Kita benahi sistem yang ada. Inggris pernah disanksi UEFA ketika suporter Liverpool rusuh tahun 1984 ketika final liga Champions. Ketika ada sanksi, Ratu Elizabeth dan Margaret Thatcher (PM Inggris waktu itu) mengatakan Inggris tidak usah keluar negeri dahulu. Jadinya, liga Inggris sekarang yang terbik di dunia,” ujar Rossi.

Setelah memotong generasi, perlu dilakukan pembenahan secara sistematis. Pembenahan bisa dimulai dari sisi manajemen klub.

“Kebetulan kemarin kami main di Liga 3 Jawa Timur. Memang masih belum sempurna. Saya dan teman-teman sudah mulai mengadopsi cara yang dilakukan klub luar negeri. Seperti kita sudah tidak melakukan kontrak pemain sekali musim. Kita berani kontrak 2 tahun dan sebagainya,” ujarnya.

HY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

40  +    =  45